Selasa, 18 Maret 2008

kehancuran abasiyah

Terasfakta, memulung komentar di mailis wanita-muslimah
Aug 29, '07 12:15 PMfor everyone
"Bimo Ario Tejo"
Entah kenapa, banyak orang yang berpikir Khilafah adalah sesuatu yangbaru.Padahal Khilafah pernah ada selama 13 abad dan akhirnya gagal. Runtuh.Tidak kuat menahan terjangan gelombang perjalanan zaman.Fakta bahwa Khilafah pernah eksis selama 1300 tahun tidak bisadijadikan argumen bahwa sistem tersebut baik dan cocok untukditerapkan kembali di era nanoteknologi saat ini.Peradaban Mesir Kuno pernah eksis selama 3000 tahun (!) dan membawakesejahteraan paripurna saat itu. Apakah lantas ini bisa dijadikanargumen untuk mengembalikan peradaban Mesir Kuno di era internet ini?Peradaban Romawi Kuno pun pernah eksis kurang lebih sama sepertiKhilafah (1200 tahun). Tidak ada yang membantah bahwa peradaban RomawiKuno adalah salah satu peradaban emas yang pernah muncul di muka bumi.Tapi apakah dengan begitu kita bisa mengembalikan peradaban RomawiKuno saat ini?Khilafah, sebagaimana komunisme, sudah menemui kegagalan dankeruntuhannya. Saat ini orang tertawa geli kalau ada yang berpikir maumenghidupkan kembali hantu komunisme yang terbukti gagal itu, kenapakita tidak tertawa geli ketika ada orang yang mau membangkitkan sistemKhilafah dari kuburan sejarah?Sekali gagal tetap gagal. Apapun alasannya.salam,bimo
--------------------------

Sang Matahari

Ada baiknya kita objektif menelaah sejarah, apa yang menyebabkan runtuhnyakhilafah. Keruntuhan khilafah salah satunya adalah umat Islam terlena dengankenikmatan dunia dan mulai melalaikan pelaksanaan syariat Islam yang menjadipilar sendi-sendi kehidupan.Pendapat objektif misalnya pendapat dari sejarawahan Will Durant:Pendapat Will Durant (The Story of Civilization) ttg KhilafahWill Durant, The Story of Civilization, vol. XIII, p 151:"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luarbiasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu jugatelah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya danmemberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas,dimana fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zamanmereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas,hingga berbagai ilmu, sastera, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa,yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannyaselama lima abad"Orang-orang Non-muslim, seiring dengan perjalanan waktu telah menggunakanbahasa Arab sebagai bahasa mereka, padahal mereka bukan bangsa Arab, puncaknyadengan ketundukkan mereka kepada syari'at al-Quran dan memeluk Islam. Padahal,Belanda tidak mampu lagi mempertahankan tonggak kekuasaannya setelah berhasilselama seribu tahun. Begitu juga pasukan Romawi terpaksa meninggalkan tanah airpemberian Tuhan dan tidak dapat lagi mempertahankannya, termasuk dinegeri-negeri tempat munculnya sekte Kristen di luar sekte rasmi negaraByzantium.Di seluruh daerah tersebut telah tersebar luas akidah serta tatacara ibadahagama Islam. Penduduk daerah itu telah beriman kepada agama baru dan merekasemua ikhlas menerimanya. Mereka berpegang teguh kepada akidahnya dengan ikhlasdan serius, hingga dalam waktu singkat mereka telah melupakan Tuhan mereka yanglama.Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentangmulai dari China, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesirbahkan sampai Maroko dan Spanyol. Islam pun telah menguasai cita-cita mereka,mendominasi akhlaknya, membentuk kehidupan¬nya dan membangkitkan harapan ditengah-tengah mereka, yang meringankan masalah maupun duka mereka. Islam telahmewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka, sehingga jumlah orang yangmemeluknya dan ber¬pegang teguh kepadanya pada saat ini (1926) sekitar 350 jutajiwa. Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hati¬nya walaupun adaperbedaan pendapat dan latar belakang politik di antara mereka."Keruntuhan khilafah menunjukkan, sistem ini sistem manusiawi, tergantung pelaksananya. syariat Islam sempurna, yang tak sempurna manusianya sebagaipelaksananya, kita juga tak menafikkan pada masa khilafaur rasyidin, Umar abdulaziz, Harun Al Rasyid, Muhammad Al Fatih dan Solahudin Ayyubi.Bertahannya khilafah selama 13 abad, hal ini menunjukkan kehebatan sistem ini.Dibanding sistem komunisme yang hanya bertahan sekitar 80 tahun-an, sistemparlemen demokrasi pernahkah berhasil atau ada contoh negara yang ideal?Jawabnya tidak ada.Saya pun bertanya, diantara seluruh peradaban yang ada, adakah yang menandingisistem khilafah yang berbasiskan syariat Islam yang berasal dari Penciptamanusia, Allah SWT ini?Sistem yang bukan hanya satu kelompok saja, satu bangsa saja, atau satu ras,satu negeri saja yang bisa menikmati kejayaannya, namun seluruh umat manusiapada umumnya. Kejayaan saat seburuk-buruknya penyimpangan-penyimpangan yangdilakukan khalifah dalam pelaksanaan syariat Islam di khilafah, maka itu masihbelum bisa ditandingi oleh peradaban mana pun. wallahu'alambishawab.Ketika Pa BImo mengatakan gagal, maka saya yakin, sementara ini pun Anda takakan pernah terbayang khilafah akan berpeluang untuk berdiri. Itu pikiran Andadan bukan keyakinan orang yang meyakininya dan memperjuangkannyasetahap-setahap, pelan dan pasti.
----------------------------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"
Nurlife,Saya tidak tertarik dengan kisah2 kegemilangan khilafah. Setiap zamanpasti ada masa2 kegemilangan dan masa2 keterpurukan. Bahkan era OrdeBaru pun ada saat2 kegemilangan juga, misalnya swasembada pangan :-)Khalifah ada yang shaleh, bertakwa, wara'; dilain pihak ada jugakhalifah yang brengsek, tukang minum dan main perempuan.Saya lebih tertarik dengan sebab-sebab kenapa khilafah bisa hancurlebur. Sebelum hancur total di tahun 1924, khilafah juga pernahberganti-ganti dari era Umayyah, Abbasiyyah, Utsmaniyyah, dankhilafah2 kecil lain yang memerdekakan diri dari khilafah2 gede itu.Tahun 1924 cuma gong kehancurannya saja.Anda bilang salah satu sebabnya adalah umat Islam yang mulaimelalaikan pelaksanaan syariat Islam yang menjadi pilar sendi-sendikehidupan. Nah, apa sih yang terjadi saat itu kok umat Islam sampemelupakan pelaksanaan syariat Islam? Hipotesa saya:1. Apakah karena saat itu umat Islam mulai sadar bahwa khilafah adalahsistem yang zalim? ---> as a result, banyak muncul pemberontakan yangmelemahkan khilafah.2. Apakah karena saat itu umat Islam mulai sadar bahwa syariat Islamtidak bisa lagi dipakai menghadapi arus modernisasi ---> as a result,munculnya gerakan Nizam-i-Jedid di era Utsmaniyyah.Kalo saya nih: kalo saya udah bosen sama baju lama, pasti saya caribaju yang baru. Baju lama masuk tong sampah. Mungkin ilustrasi inibisa dipake untuk menerangkan kenapa umat Islam sendiri yangmeruntuhkan khilafah saat itu.salam,bimo-------------------------------------------
Dan"

Saya setuju sekali dg pendapat Bung Bimo karena memang saya sendiribersikap demikian. Khilafah adalah suatu kenyataan sejarah dan telahmenjadi sejarah. Tidak perlu kita meratapi sejarah tetapi belajarlahdari sejarah. Mari kita lihat dimana kelemahan2 dalam sistem khilafahitu sehingga harus menghadapi kehancuran.Tidak ada sistem yg hancur kalau tidak lemah dari dalam. Saya selalumengambil contoh Jepang. Mana ada negara yg kalah dibom atom? Tapiapakah bangsa Jepang hancur akibat hancurnya fisik? Ternyata tidak.Tapi ada juga yg hancur sistemnya tanpa kehancuran fisik, yaitu contohORBA. Lha orang2nya aja masih pada hidup dan aman2 aja.Sistem khilafah bagi pendapat saya akan membawa diskriminasistruktural dan oleh karenanya tidak akan dapat bertahan lama. Sistemkhilafah ialah imperialisme Islam. Imperialisme sudah tidak ada tempatlagi dalam dunia modern.Kehancuran imperialisme Islam itu ialah oleh imperialismekapitalitisnya Barat. Imperialisme/kolonialisme Barat ini sendirijuga sudah gagal dan telah berakhir pada PD II.---------------------------------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"
Yang menjadi masalah adalah ketika Nabi saw sebagai kepala negarasudah mengambil keputusan, apakah hal tersebut bisa dibantah? Tentutidak. Untuk mengambil keputusan tentu saja Nabi saw bisa memintapendapat siapa saja, seperti yang terjadi saat perang Badar.Nabi saw adalah kepala negara, sekaligus hakim tertinggi, sekaliguslembaga pembuat hukum. Dialah eksekutif, legislatif, dan yudikatifsekaligus. Apakah sistem pemerintahan yang menumpuk wewenang di satutangan seperti itu cocok diterapkan di era modern?Jawabannya tentu tidak!salam,bimo-----------------------------------------

lasykar5
Ada contohnya ga mas Tejo, kalo membantah nabi itu kekafiran? Maksudnya,bukan hipotesa atau teori dalam konteks pemerintahan, tapi yang pernahterjadi. Kan anda tegas menyatakan pentingnya belajar dari sejarah.Kalo saat ketika usul Nabi dalam perang khandaq itu dibantah oleh Salman,dan akhirnya malah bantahan Salman yang diterima sendiri oleh Nabi itubagaimana?salam,satriyo-----------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"

QS 4:65 : "Sungguh, mereka tidak akan disebut beriman kecuali bilamereka sudi meminta peradilan darimu (Muhammad) dalam halpersengketaan di antara mereka, lalu mereka tidak merasa berat hatidengan apa yang engkau putuskan, dan mereka menerimanya dengan penuhrasa ketundukan."Kalau prinsip di atas dipakai dalam urusan bernegara, kacau jadinya.Dalam beberapa perkara, Nabi saw meminta pendapat dari para shahabat.Tetapi ketika putusan sudah diambil, membantah keputusan tersebutmembawa konsekuensi kekafiran.Bedanya dengan demokrasi modern, rakyat masih bisa menggugat keputusanpemerintah melalui pengadilan. Sistem khilafah sebenarnya pernahmencoba mengadopsi sistem "madlama" (semacam peradilan tata usahanegara), tetapi khalifah sendiri steril dari jangkauan mahkamah.Saya kira, absennya sistem peradilan yang punya wewenang meng-impeachkhalifah menjadi salah satu sebab maraknya pemberontakan di erakhilafah, dus berkontribusi mempercepat keruntuhan sistem tersebut.salam,bimo-------------------------------------------

"total_sacrifice" wrote:>> Kekhalifahan dgn imperialisme beda dong. kekhalifahan di Jaman Nabi> Saw lama-lama surut karena Nabi Saw memperkenalkan suatu sistem yg> terlalu modern sedangkan masyarakatnya masih primitif. Nabi> memperkenalkan bahwa Pemimpin dipilih karena Prestasinya bukan atas> dasar keturunan, dan itu runtuh setelah khulafa-ur Rosidin.>> Setelah jaman Rasulullah saw dan para sahabat kemudian memang banyak> terjadi penyimpangan.. misalnya kebenaran hanya didasarkan atas> kelompok, sehingga muncul Bani Umayyah, Abasiyah, dll.. itu yg> menyebabkan kehancuran.>> Nabi saw sendiri berharap sistem yg dia bangun diperbaiki oleh> penerusnya, tapi malahan tidak dapat dipertahankan karena terlalu> canggih itu tadi.>----------------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"
Kalaulah betul bahwa Nabi saw pernah memperkenalkan suatu "sistempemerintahan", amat wajar jika sistem tersebut tidak bisa bertahanpasca wafatnya Nabi.Apa sebabnya?Karena Nabi saw merangkap jabatan sebagai Nabi sekaligus sebagaikepala negara.Sebagai Nabi, beliau tidak bisa dibantah. Membantah Nabiberkonsekuensi kekafiran. Nah, apa jadinya jika seorang kepala negaratidak bisa dibantah?Nabi memperkenalkan sistem pemerintahan absolut. Sistem inilah yangkemudian diadopsi oleh para khalifah sepeninggal beliau. Baru dizaman2 akhir khilafah Islam muncul lembaga mahkamah madhalim yangbertugas mengadili persengketaan antara rakyat dan penguasa. Tapilembaga ini cuma jadi macan kertas karena hakim2nya diangkat olehkhalifah.Apakah sistem pemerintahan absolut masih cocok diterapkan saat ini?Jawabannya jelas: tidak! Saya percaya pemisahan kekuasaan adalah caraterbaik untuk mencegah kesewenang-wenangan penguasa. Dan sayangnya,sistem khilafah menumpuk semua kekuasaan di tangan khalifah.salam,bimo----------------------------------------------

Sang Matahari

penting belajar sejarah untuk menggambarkan kejadian masa lalu dan fakta yanglalu, namun sejarah tidak bisa dijadikan sumber hukum kecuali Sirah Nabawiyah.Sebab, sejarah sering tercampur persepsi dan pandangan pribadi sang penulis.Tentu saja Sirah Nabawiyah ini bukan sembarangan ditulis orang, namun orang yangmenuliskannya adalah dengan cara metode perawiyan layaknya penulisan hadis.Sirah Nabawiyah yang demikian ditulis salah satunya Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.Begitu pula proses pendirian negara Islam di Madinah oleh Rasulullah, dilakukantanpa kekerasan.Kita perlu memilah hal-hal yang sifatnya adalah sesuatu yang bersifat hukum(tsaqofah dan fikrah/pemikiran) dengan urusan keduniawiyan seperti strategiperang khandak.Rasulullah juga bersabda ketika orang bertanya tentang penyerbukan kurma,"kalian lebih tahu urusan kalian." Perkataan beliau ini ditujukan tidak untukberkaitan urusan tentang pemikiran islam atau hukum Islam namun lebih padaurusan berkaitan tentang bidang keduniawian yang praktis yang lebih bersifatkebendaan sebagai sarana kehidupan.Seperti pemakaian handphone, mobil, pesawat, alat-alat, kebijakan lalu lintas,hal-hal yang bersifat praktis begini tak perlu pemakaiannya memakai dasar hadisdari rasul. Sebab ada kaidah ushul fiqh hukum asal benda," al aslu fil asyya'ial ibahatu malam yarid dalilutahrim" Hukum asal sesgala sesuatu benda adalahboleh kecuali kalau ada dalil yang mengharamkan. Jadi segala sesuatu di bumi iniboleh dimanfaatkan kecuali ada dalil yang mengharamkan.Adapun hukum terkait dengan perbuatan termasuk didalamnya adalah sistempemerintahan Islam yang nanti disana lahir kebijakan yang akan dilaksanakan(perbuatan) maka terkait dengan kaidah ushul fiqh hukum perbuatan," Al aslu filaf'ali taqayyadu bil hukmi syari'"asal dari perbuatana adalah terikat dengan hukum syara yakni fardu (wajib),sunah, mubah, haram atau makruh.Kalau Rasulullah telah mencontohkan dalam kehidupan bernegara, menerapkansyariat Islam secara totalitas dan tidak ada pilah-pilih, maka kita wajibmenteladaninya. Beliau pulalah yang menggunakan asas dan syariat Islam ketikamengatur urusan non muslim yaitu hubungan pertetanggaan baik dengan kaum Yahudi.Sayangnya, Orang Yahudi mengkhianati perjanjian damai, sehingga Rasulullahterpaksa menjatuhkan sangsi bagi mereka. Kita..apakah telah berusaha mencontohRasulullah dalam hal demikian khususnya dalam tatanan negara?-----------------------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"

(note: saya mengasumsikan Nurlife sedang nyantri sama HT, dilihat darikalimat2nya)Pendapat anda menarik: "namun sejarah tidak bisa dijadikan sumberhukum kecuali Sirah Nabawiyah" (dicopy-paste dari posting anda).Nah, menilik struktur pemerintahan khilafah ala HT, disana ada muawwintanfidz, muawwin tadwidl, qadli qudlat, qadli madhalim, amirul jihad,masshalihud dawlah, dll. Semua ini tidak ada di masa Nabi. Muawwintanfidz dan tafwidl misalnya, baru ada di era Abbasiyyah. Lembagamadlama baru ada di era Ustmaniyyah (wewenang madlama dipegang olehGrand Vizier). Masshalihud dawlah baru ada di era Umayyah.Kalo konsisten cuma mengambil sirah Nabawi, struktur khilafah harusnyacuma ada 2 orang: khalifah dan wali. Struktur khilafah yangdiperkenalkan HT tidak dikenal dalam sirah Nabawi. Kalo gitu HTmengambil sejarah sebagai sumber hukum dalam penyusunan strukturpemerintahan dong?Kembali ke tajuk perbincangan ini, kenapa khilafah sampai hancurlebur? Pernah nggak HT membahas secara jujur kok khilafah sampedihancurkan oleh kaum muslimin sendiri?salam,bimo----------------------------------------------------------------------

Sang Matahari

Seorang anggota HT atau bukan, tidak akan pernah berhenti belajar dan nyantripada siapapun. ^_^ Tiada manusia yang sempurna didunia ini, kita hanya berusahasemakain memperbaiki diri. Semua itu berproses. kita juga sering khilaf (lupa).Selain Wali, Rasullah juga mengangkat Amirul jihad yakni berganti sesuaikebutuhan jihad, ada qadhi qisbah yang dilakukan Umar. Jumlah warga negara yangterbatas dan luas wilayah terbatas sangat memungkinkan para sahabat merangkapjabatan. Dua struktur qadhi (qadhli qudrat dan mazalim) saat itu langsungdijabat Rasulullah, berbeda masa setelah khalifah setelahnya. Sedangkan muawindipegang juga oleh Umar dan Abu Bakar lebih rincinya ditelaah di buku Ad Daulah(negara Islam) karya Syekh Taqiyuddin yang disana terjabar rinci bagaimanaRasulullah memilih sahabat-sahabatnya sesuai dengan posisi struktur yang ada.^_^ Struktur itu diperoleh dari penelurusan Sirah Nabawiyah diringkaskan di bukutersebut.--------------------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"
Nurlife,1. HT mengklaim bahwa posisi muawwin/wazir (tanfidz dan tafwidl) sudahada sejak zaman Nabi. Klaim ini lemah. Ibn Khaldun dalam kitab"Muqaddimah" bab 3 pasal "Maraatib al-Mulk wa al-Sulthan wa al-qabiha"jelas2 menyebut lembaga wazirat baru muncul di era Abbasiyyah.2. Anda mengklaim bahwa Nabi merangkap jabatan qadli qudlat danmadhalim sekaligus. Wewenang qadli madhalim adalah mengadili penguasa(termasuk kepala negara). Jadi lucu kalo ternyata Nabi saw harusmengadili dirinya sendiri sebagai kepala negara. Jeruk kok makan jeruk.Perangkapan wewenang kepala negara (eksekutif) dan hakim (yudikatif)sangat janggal jika diterapkan di era internet saat ini. Mungkin cocokuntuk diterapkan di kampung2 atau suku2 terpencil, tapi tidak untuksebuah negara modern.Saya sudah lama baca buku ad-Daulah karangan Nabhani itu. Setelahdikonfrontir dengan sumber2 sejarah lain, kelihatannya Nabhani sengajamenciptakan kesan seolah-olah Nabi punya struktur pemerintahan laiknyanegara modern. Padahal cuma ada 2 aparat negara saat itu: kepalanegara dan wali. Istilah2 seperti wazir, qadli hisbah, qadli qudlat,qadli madhalim, mashalihud dawlah, dll itu juga belum muncul di zamanNabi.Struktur pemerintahan khilafah yang diadopsi HT jelas bersumber darisejarah khilafah. Hal ini menyalahi prinsip HT sendiri yang tidak maumengambil sejarah sebagai sumber hukum.Untuk informasi anda, struktur pemerintahan khilafah selalu berkembangdari waktu ke waktu. Khilafah Umayyah misalnya, menciptakan strukturbaru berupa jabatan "ashraf" yang berada di bawah Wali. Jugapembentukan departemen2 teknis yang dinamai "diwan", baru muncul diera Muawiyyah. Dinasti Abbasiyyah menciptakan posisi muawwin (wakilkhalifah) dan penisbatan gelar "Sultan/Amir al-Umaraa" untuk paragubernur/wali. Di era Utsmaniyyah pula muncul jabatan penasihatspiritual khalifah yang dinamakan "Sheyhul Islam", dimana wewenangnyatermasuk memecat khalifah. Ini semua terekam dengan baik dalam catatansejarah. HT tidak bisa membohongi saya :-)salam,bimo---------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"
Omong-omong, buku ad-Dawlah tersebut sudah ditarik, diganti dengankitab mutabanat (rujukan) baru. Dan dalam kitab baru itu, strukturpemerintahan khilafah digendutkan menjadi 13 struktur, yang sebelumnyacuma ada 8. Jauh lebih gendut dibanding struktur pemerintahan Nabi.Katanya mau ikut sirah Nabawiyah, kok nyatanya mengarang2 sendiri...:-)Jangan kaget ya nanti kalo ternyata banyak hal2 dalam HT yang berubah.Bukan cuma kitab, tapi hukum2 syara juga. Misalnya siapa yang berhakmengangkat qadli madhalim. Di kitab HT yang lama disebut khalifah yangpunya hak. Tapi ketika beberapa tahun lalu saya berbincang2 denganAbdurrahman al-Baghdadi (eks-amir HT Asia Tenggara), ada pemikiranuntuk mengalihkan wewenang pengangkatan qadli madhalim ke tanganMajelis Syura. Alasannya supaya lebih bermaslahat. Ternyata HTmengambil maslahat sebagai sumber hukum juga :-)Anyway, balik lagi ke topik posting kita. Coba adinda Nurlife uraikandisini kenapa sih khilafah kok sampe diruntuhkan oleh kaum musliminsendiri? Kenapa kok khilafah yang jaya itu sampe diinjak-injak olehorang Islam sendiri. Silakan dibahas. Nggak semua anggota jamaah milispernah baca kitab ad-Dawlah lho :-)salam,bimo----------------------------------------

Sang Matahari

He he he, jika Anda merasa dibohongi itu terserah Anda, menolak pun juga takapa. Tak setuju HT itu juga terserah, yang terpenting Anda ikut berjuang dantidak berdiam diri untuk menegakkan syariah dan khilafah. Menjelaskan buku yangtebalnya 350 halaman di milis ini lumayan juga. jadi lebih enak menyarankanmembacanya ^_^ biar puas, baru diskusi.Struktur pilar pokok khilafah sebenarnya hanya 7, bisa dikembangkan sesuaikebutuhan dan luasnya wilayah. Kitab terbaru menyempurnakannya ^_^. Struktur ituadalah tawaran pada khalifah yang ketika sudah berdiri khilafah.BUkankah itu menunjukkan kesungguhan HT, belum berdiri pun sudah dirancangkonsepnya.Anda sendiri punyakah konsep untuk solusi dari berbagai persoalan manusia danmungkin konsep khilafah sendiri?muawin sama dengan wazir (pembantu) .Nabi SAW telah melantik pembantu untukmembantu baginda dalam hal ihwal pemerintahan. Pada zaman Nabi, mereka inidikenali sebagi wazir. Rasulullah SAW telah meminta pandangan mereka danmenyerahkan hal ehwal pemerintahan, mahkmah, peperangan dan urusan umum yanglain kepada mereka. Dari Abi Said al-Khudri berkata, Rasulullah saw. bersabda:-- "Adapun dua orang wazirku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan 'Umar."[An-Nasa'i, Sunan, hadith. no. 4133]Qadhi qudlat dan Qadhi mazalim awalnya dipegang Rasulullah, manusia sempurna,luput dari kesalahan. Adakah umat Islam yang ingin menurunkan Rasullah sebagaipemimpin negara dan menuntut kezaliman yang dilakukan Rasulullah? Setelahkondisi stabil Rasulullah menyerahkan pada dua orang sahabat, afwan ya namanyalupa ada di kitab Ad Daulah. Begitu banyak nama di sana, saya tak hapal satupersatu. Insya Allah saya tuliskan lagi esok.Saya sedang minta e-book Ad daulah ke teman jika ada. Mungkin kalau versienglish ada kali ya. ^_^, kalau Indonesia wallahu'alambishawab sedangdiusahakan.Qadhi mazalim dimasukkan ke majelis syuro? itu rasanya tidak mungkin. KarenaQadhi mazalim haruslah seorang hakim muslim, sedangkan Majelis syuro bolehanggotanya non muslim. Tapi terserah kalau pendapatnya Ustadz Al Baghdadi itupendapat beliau sendiri.------------------------------------

lasykar5

Mas Tejo dapat referensi dari mana bahwa khilafah (Turki/Utsmani) itu "sampediruntuhkan oleh kaum musliminsendiri? ... khilafah yang jaya itu sampe diinjak-injak oleh orang Islamsendiri. ..." ?Menarik juga pendapat mas Tejo karena yang saya sering baca adalah versibahwa justru konspirasi yahudi dan pihak non-muslim eropah yang membuathancurnya khilafah di abad 20 itu. Jika memang yang mas maksud muslim ituadalah juga orang macam Mustafa Kamal, muslim keturunan yahudi yangmensekulerkan dan meng-kemalisasi Turki (=mengeropahkan dan sekaligusmen-dearab-kan) bukan muslim 'awam' yang adalah masyarakat Turki, saya bisamaklumi.Jadi saya membedakan antara muslim Turki yang tidak punya masalah dengankhilafah, dan muslim Turki semacam Mustafa Kamal yang punya sangat banyakmasalah dengan khilafah.Mohon 'pencerahannya' mas ...salam,satriyo--------------------------------------------------

"Bimo Ario Tejo"
Sebenarnya HT pernah menulis buku "Bagaimana Khilafah Dihancurkan",ditulis Abdul Qadim Zallum, amir ke-2 HT. Dalam buku itu dijelaskanbeberapa faktor mengapa khilafah sampai lenyap dari muka bumi.Sama seperti yang anda pahami, Zallum juga menuding konspirasi Yahudidan Kristen Eropa sebagai sebab hancurnya khilafah. To be specific,hasutan dari orang kafir-lah yang menyebabkan kaum musliminmemberontak terhadap khilafah.Kalau teori anda dan Zallum itu betul, berarti orang Islam itu bodoh.Sebegitu mudahnya dihasut sampai mau meruntuhkan negara sendiri. Sayatidak percaya orang Islam sebodoh itu sampai mau meruntuhkan negaranyasendiri. Pasti ada sebab lain, bukan cuma soal hasut-menghasut.Lagipun, kalau memang khilafah betul2 mensejahterakan umat (sepertiyang dipropagandakan HT), tidak mungkin orang Islam mau meruntuhkankhilafah. Ibaratnya, tidak mungkin istri menyeleweng kecuali kalosuaminya tidak perkasa di ranjang, iya nggak?Ketika satu jari menuding orang lain, keempat jari lain menuding dirisendiri. Filosofi inilah yang saya anut untuk meyakini bahwa hancurnyakhilafah lebih banyak disebabkan oleh kebobrokan internal ketimbangkarena pengaruh eksternal.OK, kembali ke pertanyaan anda: "Mas Tejo dapat referensi dari manabahwa khilafah (Turki/Utsmani) itu sampe diruntuhkan oleh kaummuslimin sendiri?"Jawaban saya:1. Pajak yang mencekik leher.Sebelum era Tanzimat, khilafah Utsmaniyyah menggantungkan pendapatannegara sepenuhnya dari pajak. Untuk menggenjot pendapatan, khilafahmenciptakan beberapa jenis pajak yang tidak pernah dikenal dalam fiqihIslam, misalnya pajak kepala (Resm-i çift untuk yang sudah menikah danResm-i mücerred untuk bujangan). Abu Su'ud Effendi, Sheyhul Islam padapertengahan abad ke-16, menafsirkan pajak kepala sebagai misaha yangdikenal oleh fiqih Islam. Argumentasi tersebut jelas hanya dicari-carikarena çift diadopsi dari pajak kepala di masa Bizantium yang dikenaldengan nama zeugaratikion [Metin Cosgel, Efficiency and Continuity inPublic Finance: The Ottoman System of Taxation, Department ofEconomics Working Paper Series, University of Connecticut (2004)].Tidak peduli muslim atau kafir, siapa sih yang tahan dibebani pajakini-itu?2. Kebobrokan ekonomi.Selama era Sultan Mahmud II (1808-1839) atau sebelum era Tanzimat,nama dan bentuk mata uang khilafah Utsmaniyyah telah berganti 35 kaliuntuk koin emas, 37 kali untuk koin perak, dan nilai tukar kuruşterhadap poundsterling telah merosot dari 23 pada tahun 1814 menjadi104 pada tahun 1839. Untuk menanggulangi hal ini, Reformasi Moneterdiluncurkan pada tahun 1844.Jika ekonomi sudah berantakan, rezim sangat mudah diruntuhkan. Ingatkrisis ekonomi yang berujung pada runtuhnya Orde Baru?3. Pemberontakan.Beberapa yang terkenal misalnya Revolusi Jelali di Anatolia(1519-1620) dan Revolusi Janissary (1622). Walaupun tidak secaralangsung meruntuhkan khilafah, kedua pemberontakan ini memberi pesankeras kepada khilafah Utsmaniyyah bahwa ada ketidakpuasan terhadapcara mereka mengadministrasi negara. Revolusi Jelali misalnya, dipicuoleh tingginya pajak dan kebobrokan moral aparat negara.Yang paling memukul dan menyebabkan hancurnya khilafah adalahserangkaian pemberontakan pada abad 19. Yang luar biasa, bukan cumawilayah dominan Kristen seperti Yunani yang memerdekakan diri, wilayahyang mayoritas Muslim pun ikut melepaskan diri dari khilafah.Bosnia-Herzegovina misalnya, mencoba memberontak dari khilafah padatahun 1831 dipimpin Husein Gradaščević. Alasannya: ketidakpuasan atasreformasi politik dan ekonomi oleh Sultan Mahmud II.Revolusi Arab tahun 1916 juga menunjukkan bahwa kaum muslimin sendirisudah muak dengan khilafah (herannya, kok orang jaman sekarang balikmenggandrungi khilafah). Dalam pidato proklamasi kemerdekaan Arab daripenjajahan "orang Turki", Syarif Hussein bin Ali menyebut merosotnyapamor khilafah menyebabkan rasa malu bagi bangsa Arab.Kalau memang khilafah "oke-oke saja" seperti dipropagandakan HT selamaini, apa mungkin gerakan pemberontakan bermunculan di mana-mana? Apamungkin khilafah terjebak krisis ekonomi? Something fishy, tentu adayang busuk dalam struktur khilafah.Anda menuding-nuding Mustafa Kemal sebagai sumber gara-gara. Tahukahanda bahwa Mustafa Kemal-lah yang menyelamatkan Turki setelah habisdiganyang tentara sekutu (Perancis, Rusia, Inggris) pada Perang DuniaI akibat kesemberonoan Khalifah Mehmed V Reshad mengomando "jihad"terhadap sekutu yang militernya jauh lebih maju?Istanbul, ibukota khilafah, ada di bawah kekuasaan Inggris pascakekalahan di PD I. Mustafa Kemal adalah orang yang memerdekakan Turkidari kekuasaan sekutu. Wajar jika Mustafa muak terhadap khilafah.Alih-alih mempertahankan wilayah Turki, eh malah memberi Istanbulsecara gratis ke Inggris melalui perjanjian Mudros (1918).salam,bimo-----------------------------------------

Sang Matahari

banyak faktor yang menyebabkan khilafah runtuh. dan semua diawali dari faktorinternal. Saya coba mensarikan sedikit.1) Kejumudan berpikir sehingga umat Islam tidak bisa merespon atau menghukumiperkara baru yang muncul karena disibukkan dengan jihad serta lalai dalammendalami agama Islam kembali. Disamping khilafah karena sedang dipuncakkeemasannya menjadi lalai dan lupa diri, sehingga kurang bisa merespon kemajuanbarat yang sedang melakukan renaisan. Tabiat manusia jika sudah sukses, kaya,lupa diri dan malas serta bawaannya berhura-hura.2) Tertutupnya pintu ijtihad sehingga umat Islam melakukan kodifikasi hukumdari barat. Diantarnya tahun 1985-1986, Turki memecah struktur hakim menjadihakim sipil dan agama (sekularisme), mengadopsi sistem parlementer secaraperlahan-lahan dengan diangkatnya perdana menteri. Serta pengangkatan khalifahhanya dilimpahkan pada satu orang syaikhul Islam dan bukan Ahlu halli wal Aqdi.INi salah satu penyimpangan, banyak yang lainnya.3) Selain itu, diabaikannya pelajaran bahasa arab padahal bahasa arab adalahibu dari syariat Islam dan mempelajari Al Quran,. Ijttihad tak bisa dilakukanoleh orang yang tidak paham bahasa arab.4) tafaqquh fiddinnya lemah (mendalami agama, syariat Islam lalai). Hal-halinilah yang kemudian menyebabkan penyimpagang-penyimpangan yang anda sebutkandibawah.5) Selanjutnya tak dipungkiri adanya konspirasi dari asing yakni dimulai padaabad 17-an dengan adanya misionaris di Malta di daerah Syam, mereka digerakkanPerancis dan Inggris yang membuat perpecahan warganegara Islam dan non muslim disana. Padahal non muslim dan muslim di Syam(lebanon) saling bertetangga baik.Walau sering menemukan kegagalan namun mereka lama-lama berhasil dan menanamkanide-ide pemberontakan serta kebencian terhadap khilafah.Upaya ini dilanjutkan dengan pemberian beasiswa bagi warganegara Islam keBarat. Di Barat mereka dibekali ide-ide demokrasi, sekularisme,politik barat,ketika mereka kembali mereka mengajarkannya pada warga khilafah. Mirip diIndonesia, para 'penggede' Islam liberal diberikan beasiswa ke luar negeri diAmerika serikat, Australia dll tentang teologi Islam. Ini ibarat "agenperubah"^_^ yang berusaha mematikan syariat Islam dan menjegalnya habis-habisan.6. Kemudian disusupkannya orang-orang pro Inggris, sekutu, perancis distruktur khilafah termasuk Attaturk dan yang lainnya, sehingga dikisahkan hampir50 persen pejabat khilafah adalah antek Inggris, sekutu dll, jiwa, dan hidupmereka sudah dibeli inggris dkk ^_^. Cobalah kita melihat saat ini, bukankah inisama dengan beberapa pejabat di negeri muslim? yang sami'na wa'athona terhadapmereka ^_^7. Sekutu dll membuat makar dengan berbagai pemberontakan, termasuk isunasionalisme dan kemerdekaan Arab, Turki, Syam, dll sehingga KHilafah disibukkandengan urusan internal dan melemah, dan melupakan perbaikan dirinya.Masing-masing daerah ingin memisahkan diri dari khilafah dan mendirikan negaraatas nama kebangsaan. Dahulu yang menjadi wilayah Usmaniyah kini terpecahmenjadi 57 negeri (negara seperti Arab Saudi, Qatar, Iran, Afghanistan,pakistan, India, Mesir, Libya, Iran, Palestina, Lebanon, Yaman, dll TermasukIndonesia) . Anda tentu paham, kalau terpecah belah mudah sekali dijajah baiksecara fisik atau pemikiran. Dieksploitasi SDM dan SDA-nya. Mirip sapu lidi yangtercerai berai saat ini bukan? Tak ada pelindung dll.8. Intelektual muda Turki (Turki Muda) sudah teracuni ide-ide demokrasi,sekularisme, pluralisme dll dan mereka menginginkan khilafah diruntuhkan dandiganti dengan Republik sekular, hasilnya Anda bisa melihatnya sekarang. Maka,sekarang dibalik, mendirikan khilafah adalah dengan mencerdaskan masyarakat,membentuk opini umum dan kesadaran umat tentang kewajiban penerapan syariatIslam dan khilafah untuk melangsungkan kehidupan Islam serta mengurusi urusanumat di segala aspek kehidupan. ^_^9. Maraknya aliran sufisme yang melenakan, dimana umat Islam lebih sukaberuzlah, menghindari aktivitas umat, membatasi urusan agama sekedar ibadahritual semata, berdzikir saja, menari. Dimana aliran ini merupakan penyimpangandari filsafat dan agama hindu.Bukankah dalam hidup ini, apa pun serangan dari luar itu tidak akan begituberpengaruh asal diri kita dan keyakinan kita kuat.Keruntuhan KHilafah bisa juga dibaca di BUKu Mengapa Umat Islam Mundur, bukuDr Ali Muhammad al-Shalabi Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Usmaniyah penerbit AlKhausar, ini ekternal HTI namun isinya hampir sama ^_^.

Otonomi dan Demokrasi Pendidikan Islam

oleh: A. Dt. Kari S.Ag

Otomi dan Demokrasi Pendidikan Islam

A. Pendahuluan
Islam dengan ajarannya yang bersifat universal telah mendorong umat manusia untuk melakukan perubahan-perubahan dalam upaya melakukan perbaikan baik secara fisik, mental dan spiritual. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum hingga mereka sendiri yang melakukan perobahan tersebut”.
Nabi Muhammad saw baik ketika masih berada di Mekkah, maupun setelah Hijrah ke Madinah, secara sempurna mewujudkan keteladanan sebagai pendidik utama. Di Makkah missi utama beliau adalah membangun masyarakat yang bertauhid; meletakkan dasar-dasar fundamental bagi pembentukan nucleus masyarakat histories yang viable untuk menjawab tantangan zaman. Sumber bagi pembentukan masyarakat semacam itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang terus turun secara berangsur-angsur yang dilengkapi dengan Sunnah Nabi sendiri.[1]
Pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat merupakan sebagai konsekuensi logis dari perubahan.

B. Hakikat Demokrasi dan Desentralisasi Pendidikan Islam
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang pendidikan Islam, adalah lebih wajar kita memahami hakikat dan sifat din ini. Islam adalah ciptaan Allah SWT dan diturunkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya melalui Rasulullah SAW. Islam diturunkan dengan lengkap dan sempurna untuk memimpin manusia melaksanakan ubudiyah sepenuhnya kepada Allah SWT. Din ini telah direalisasikan serta dihayati dengan sempurna oleh Rasulullah SAW bersama-sama generasi yang pertama di dalam kehidupan individu mahupun kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan Surah Al-'Ashr, kita dapati ada tiga bentuk pendidikan untuk membolehkan manusia selamat daripada kehinaan dan kerugian. Ini telah dijelaskan oleh Dr Abdul Rahman an-Nawawi, di dalam bukunya 'Pendidikan Islam: Di Rumah, Di Sekolah dan Masyarakat[2]. Beliau menulis:
".....keselamatan manusia daripada kerugian dan azab dapat dicapai melalui tiga bentuk pendidikan berikut: Pertama, pendidikan individu yang membawa manusia kepada keimanan dan ketundukan kepada syariat Allah SWT, serta beriman kepada yang ghaib; kedua, pendidikan diri yang membawa manusia kepada amal saleh dalam menjalani kehidupan seharian; dan ketiga, pendidikan masyarakat yang membawa manusia kepada sikap saling berpesan dalam kebenaran dan saling memberi kekuatan ketika menghadapi kesulitan yang pada intinya, semuanya ditujukan untuk beribadah kepada Allah SWT."
Islam memiliki ajaran yang secara universal mampu sebagai pendidikan manusia masa depan , tidak bisa dengan mengesampingkan pandangan kita terhadap manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Ketika Allah menjadikan Khalifah di muka bumi ini secara tidak langsung Allah SWT telah memberikan hak otonom kepada manusia untuk menjalankan kekhalifahannya.
Istilah otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani yaitu “autos” yang berarti sendiri dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan[3]. Otonomi diartikan juga sebagai mengatur atau memerintah sendiri, atau dengan kata lain diartikan perundangan, bahkan ada yang berarti dalam pengertian pemerintahan (bestuur).
Dari arti kata diatas dapat kita pahami dalam konsep pendidikan Islam, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk tidak menuliskan selain alqur’an tatkala setelah beliau menerima wahyu sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut :

“ Jangan kamu tuliskan dari padaku selain al-qur’an” (HR. Muslim)
Pelarangan nabi dalam hadits di atas menunjukkan pengertian perintah menuliskan ayat-ayat al-qur’an dalam proses ‘Pendidikan Islam’, artinya secara ril Islam telah melakukan otonomi terlebih dahulu, namun persoalannya istilah otonomi hanya baru digunakan dalam dunia pemerintahan daerah.
Otonomi secara luas adalah kewenangan diberikan secara menyeluruh kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ,meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.[4]
Penerapan dari konsep tersebut secara nyata juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam melakukan da’wah (pendidikan) dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan daerah yang ada di zaman Jahiliah. Sehingga beliau secara berlahan mampu mengeluarkan masyarakat dari kondisi serba kesemberautan kepada suanana damai dengan peraturan yang lebih baik.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa otonomi secara nyata yaitu pelaksanaan otonomi itu disesuaikan dengan kenyataan yang ada, yang tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.[5]
Otonomi hendaknya diartikan sebagai kebebasan untuk melakukan yang terbaik sesuai dengan potensi daerah masing-masing, bukan untuk memindahkan kekuasaan dari ‘pusat’ ke ‘daerah’ (dekonsentrasi).[6]
Untuk menciptakan masyarakat negara yang demokratis, seyogiyanya melalui perbaikan kualitas pendidikan, semakin tinggi pendidikan suatu bangsa, maka semakin tinggi pula tingkat demokrasi bangsa tersebut.
Sementara itu Demokrasi berasal dari perkataan Yunani demokratia, arti pokok : Demos = rakyat; Kratos = kekuasaan; jadi kekuasaan rakyat, atau suatu bentuk pemerintahan negara, dimana rakyat berpengaruh di atasnya, singkatnya pemerintahan rakyat. Namun pengertian secara umum, demokrasi juga diartikan sebagai perbandingan “separuh + satu”. Jadi golongan mana telah memperoleh suara paling sedikit separuh + satu suara, maka menanglah golongan ini atas golongan lain[7].
Inu Kencana : Demokrasi secara etimologi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan Cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan, jadi demos cratein atau demokraasi adalah keadaan negara dimana dalam system pemerintahannya berkedaulatan berada ditangan rakyat[8]
Demokrasi itu juga metode atau cara mengatur tatatertib masyarakat dan juga untuk mengadakan perubahan masyarakat. Menentukan kebebasan bergerak, menyatakan pendapat dan tulisan, menentukan kebebasan pers, berkumpul, menganut agama atau kepercayaan dan keyakinan masing-masing dan sebagainya[9]
Sementara itu dalam kamus besar bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai “Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara “[10]

Hasbullah menyatakan “Demokrasi di samping merupakan pelaksanaan dan prinsip kesamaan social dan tidak adanya perbedaan yang mencolok, juga menjadi suatu cara hidup, suatu way of life …”[11], ternyata dalam pendidikan Islam demokrasi dalam pengertian ini sebetulnya sudah banyak disinyalir oleh al-qur’an sebagaimana firman Allah berikut ini :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-hujurat ayat 13)

lebih lanjut Hasbullah menyatakan dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya)[12], semakin jelas ternyata dalam pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek intelektual, kesehatan, social dan lain sebagainya.
Sementara itu Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun 2004). Namun pemahaman desentralisasi yang sampai hari ini masih dalam perdebatan panjang untuk menetapkan siapa yang bertanggung jawab untuk apa dan kepada siapa, kenyataan ini bisa dirasakan ketika terjadi restrukturisasi kekuasaan, mulai dari tingkat pusat, regional sampai pada local dengan prinsip subsidiaritas. Sehingga meningkatkan system pemerintahan, dan juga meningkatkan otoritas dan kapasitas tingkat subnasional.
Desentralisasi berarti give greater power (for self-government) to places, brances etc, away from center menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary dalam buku Abdul Rachman Shaleh. Dalam pengertian ini desentralisasi berhubungan dengan pendelegasian / delegasi.[13]
Desentralisasi adalah penyerahan sebagian urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk seterusnya menjadi urusan rumah tangga daerah.[14] Daerah yang mempunyai nilai historis cukup mandiri secepatnya diberikan otonomi seperti Irian Jaya, bahkan untuk daerah-daerah tertentu yang sangat menjolok kemandiriannya sebelum kemerdekaan diberikan otonomi khusus seperti Nangro Aceh Darusslam dan daerah istimewa Yogyakarta.
Melalui desentralisasi pemerataan pendidikan akan lebih cepat tercapai, karena daerah akan lebih tahu kebutuhan masyarakat yang mereka layani, disamping wewenang penuh yang dipunyai dalam membuat perencanaan.[15]
Desentralisasi pendidikan merupakan sebuah system manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan.[16] Dalam pengertian ini desentralisasi lebih cendrung kepada demokrasi untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan suatu bangsa.
Jadi dari serangkaian pengertian tentang otonomi, demokrasi dan desentralisasi maka pemakalah menyimpulkan sebagai pehaman bahwa Otonomi yang merupakan proses peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi menuju kehidupan yang digerakkan oleh masyarakat, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti otonomi adalah demokrasi.
Otonomi pendidikan Islam tentunya merupakan kemampuan melaksanakan perencanan dan pengawasan, meningkatkan kemampuan keuangan, sumberdaya manusia dan sebagainya. Otonomi mengarah kepada asas desentralisasi, Cheema G Shabbir menyatakan bahwa signifikansi dari desentralisasi adalah meningkatnya pengakuan oleh perencana pembangunan, pembuat kebijakan dan para praktisi sudah menjadi perdebatan bahwa dalam situasi tertentu, desentralisasi mendorong dan mempromosikan akses lebih besar pada pelayanan pemerintah, meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan, lebih efisien dalam mekanisme penyampaian fasilitas publik untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan akuntabilitas lembaga pemerintahan.[17]

Pendidikan Islam menuju Masyarakat Madani adalah membangun masyarakat beriman, berpengetahuan, berketerampilan, berkepribadian dan berakhlak, memiliki sikap demokrasi dan profesional dalam mewujudkan manusia dan masyarakat yang berkualitas, kreatif, inovatif dan mampu menterjemahkan serta meralisasikan nilai-nilai Islamiyah dalam perilaku sosial di tengah kehidupan masyarakat global.

C. Manajemen Berbasiskan Sekolah Terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Scool Based Management atau MBS adalah system manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat.[18] Menurut Asnawir “Scool Based Management” pada intinya memberikan kewenangan/pendelegasian (delegation of authority) kepada sekolah untuk melakukan perbaikan dan pengelolaan kualitas secara berkelenjutan (quality continious improvement).[19]
Seluruh komponen yang menjadi kebutuhan untuk mencapai tujuan pendidikan seperti sarana prasarana, guru, peserta didik, kurikulum, system informasi dan lain-lain merupakan hal yang tidak bisa dilepeskan begitu saja. Untuk itu kesemua kebutuhan pendidikan tersebut harus di rencanakan dengan matang, diupayakan secara maksimal dan terorganisir serta penting dilakukan pengontrolan yang cermat, sehingga pencapaian tujuan sebuah pendidikan dapat berjalan secara baik dan lancar.
Lebih luas lagi Asnawir dalam buku manajemen pendidikan menyebutkan “dalam konsep MBS hendaklah diusahakan sejauh mana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan SDM dan sumber daya lainnya secara administrasi”.[20]
Pada dasarnya MBS merupakan upaya masyarakat dan gagasan pemerintah dalam melaksanakan desentralisasi pengelolaan, sekolah dan tidak lagi tergantung kepada kebijakan birokrasi yang bersifat sentralistik.[21] Hal ini dapat dipahami bahwa hak otonom yang diberikan kepada pihak sekolah agar dapat berjalan secara maksimal, efektif dan efisien.
Namun hal tersebut harus dicermati sedemikian rupa, sehingga apa yang menjadi peluang dan tantangan, kendala, kelemahan dan ancaman bagi keberlangsungan suatu proses pendidikan dapat diatasi secara tanggap cepat dan tepat. Apalagi pada setiap lembaga pendidikan akan memiliki situasi dan kondisi serta finansial yang berbeda-beda.

D. Pendidikan Berbasiskan Masyarakat terhadap Lembaga Pendidikan Islam.
Lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.[22]
Sementara itu dalam kamus besar Bahasa Inggris, lembaga berarti intitute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dan lembaga dalam pengertian non fisik atau abstrak adalah institution, yaitu, suatu system norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian non-fisik disebut dengan pranata.[23]
Lembaga pendidikan merupakan wadah untuk proses merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran yang dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang didasari, digerakkan dan dikembangkan oleh jiwa Islam (al-qur’an dan al-Sunnah)[24]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Lembaga pendidikan Islam bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang dan menurut kehendak waktu dan tempat. Hal ini seiring dengan luasnya daerah Islam yang membawa dampak pada pertambahan jumlah penduduk Islam.
Sejarah telah membuktikan bahwa nabi Muhammad saw sebagai nabi dan Rasul terakhir berhasil mendirikan suatu system pemerintahan yang pengaruhnya berkembang keseluruh penjuru dunia. Beliau berhasil menguasai pikiran, keyakinan, dan jiwa umatnya, bahkan mengadakan revolusi berfikir dalam jiwa bangsa-bangsa, hanya berdasarkan ajaran Islam.
Dan sejarah telah membuktikan bahwa dimasa Nabi tersebut, rumah Al-Arqam ibn abi al-Arqam merupakan lembaga pendidikan yang pertama, guru yang pertama adalah nabi Muhammad SAW dengan sekumpulan kecil pengikut-pengikut yang percaya kepadanya secara diam-diam. Dan dirumah itulah nabi mengajarkan al-qur’an.[25]
Selama sekian abad pendidikan Islam merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, sebelum penjajah belanda memperkenalkan system pendidikan modern sekitar abad ke 19. Lembaga-Lembaga pendidikan seperti surau, majlis taklim, pesantren dan madrasah sudah diterima dan memiliki basisnya yang sangat kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia.[26]
Di Indonesia lembega-lembaga pendidikan agama masih berada di bawah Departemen Agama, walaupun ada keinginan untuk berada satu atap di Dinas Pendidikan di Daerah, akan tetapi dalam pengelolaannya terkesan tetap belum berbanding lurus dengan lembaga-lembaga pendidikan umum. Pada hal pendidikan agama sebetulnya tetap eksis dan mendapat tempat yang dominan di lembaga pendidikan Nasional tersebut. Secara jujur dan ril Departemen Agama sangat memiliki keterbatasan dalam mengelola lembaga pendidikan agama yang berada di bawah payungnya.
Demokrasi nampaknya tidak bisa dipisahkan dari pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan tata kepemerintahan dan kegiatan politik. Semua proses politik dan lembaga-lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya demokrasi. Peningkatan relevansi pendidikan ditujukan agar terciptanya hubungan yang erat antara “out put” pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.[27]
Demokrasi dapat dikaitkan pemahamannya dengan kedaulatan rakyat, maka sistem pemerintahan harus dilakukan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi yang berlandaskan prinsip kedaulatan rakyat ini bukan bararti bahwa setiap perizinan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah baru dikatakan sah jika seluruh rakyat ikut beramai-ramai membuat keputusan.
Pemihakan kepada kepentingan seluruh rakyat ini sama dengan melaksanakan demokrasi, karena hakekat demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.[28]
Al-Qur’an sebagai landasan etika pemerintahan, masalah demokrasi dan kebijaksanaan pemerintah (public policy) yang bagaimanakah yang betul-betul hak dan bukan bathil? Hubungan pusat dan daerah, hubungan pembangunan dibidang ekonomi dengan politik serta batasan sentralisasi dan desentralisasi, yang selalu menjadi kutub-kutub pilihan, bagimana menurut Al-Qur’an?.[29]


Kilas balik dari abad ke abad menunjukkan bahwa negara-negara selatan yang sebagian besar negara Islam, dipermalukan oleh cirinya, yaitu kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan, kendati al-qur’an mengangkat ketiganya dan menanggulanginya dengan sangat mendasar.[30]
Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu pemerintahan hanyalah cabang dari suatu ilmu (politik) serta anggapan yang menumpangtindihkan ilmu pemerintahan dengan ilmu administrasi negara, pada gilirannya juga akan tergeser oleh perkembangan ilmu pemerintahan itu sendiri.
Nabi Muhammad saw sebagai tokoh sentral Islam adalah manusia yang berhasil mengangkat masyarakat Arab yang terbelakang dan terpecah-pecah dalam kabilah-kabilah, menjadi suatu negara dengan sendi-sendi demokrasi.
Musyawarah yang merupakan tonggak demokrasi dalam Al-Qur’an dijadikan nama suatu surah dan ayat dalam surah tersebut (ayat:38) merupakan dasar pemerintahan Islam, kita dapat mengingat pemilihan Abu Bakar menjadi Khalifah dan pidato pelantikan Abu Bakar, Umar Ibn Al-Khattab, Ustman Ibn Affan, dan Ali bin Abu Thalib, mereka adalah orang-orang besar disamping Rasulullah (sahabat) yang kemudian memegang tampuk kepemimpinan pemerintahan Islam di Madinah.
Usaha meletakkan dekonsentrasi sejalan dengan desentralisasi, dalam arti harus dijalankan bersama-sama.
Pendemokrasian bila ditujukan untuk kebebasan individu berakibat tidak baik, karena orang yang berjiwa kedaerahan dan membanggakan firqah-firqahnya cendrung sulit di atur, kurang etis dengan sentralnya, lihat India bagaimana secara beruntun mereka membunuh pemimpinnya.[31]
Adapun petunjuk yang diberikan oleh ayat-ayat Al-Qur’an terhadap desentralisasi maupun sentralisasi sangat jelas, yaitu Allah berfirman bahwa sebenarnya berbagai pemisahan kedaerahan yang berlebihan tidak disukai Allah Al Malikul Mulk, begitu juga pemusatan kekuasaan yang berlebihan tidak disukai Allah SWT, karena akan menimbulkan keangkuhan, kesombongan, dan semena-mena, kendati sebenarnya pertanggungjawaban itulah yang dituntut.[32]
Desentralisasi adalah perwujudan pendemokrasian yang besar di daerah, otonomi daerah yang luas tetapi konsekwensinya akan menimbulkan keragaman yang beraneka warna daerah dengan segala spesifikasinya seperti Amerika Serikat sekarang atau Republik Indonesia Serikat tahun 1949 sampai dengan 1950. pengawasan pusat terhadap daerah di Indonesia mulai digeser dari paradigma kekuasaan (UU No. 5 Tahun 1974) menjadi paradigma pelayanan (UU No. 22 Tahun 1999)[33]
Kekuasaan dalam birokrasi pemerintah selama ini dipergunakan sangat sentralistis dan eksesif. Ada korelasi positif antara tingkatan hierarki jabatan dalam birokrasi dengan kekuasaan (power).[34]
Pada hal sebaliknya desentralisasi akan menciptakan administrasi yang relatif fleksibel, inovatif, dan kreatif, karena dalam rangka kerjasama untuk mencapai tujuan tersebut muncul kreasi, keinginan untuk maju berkembang serta luwes dalam menyelesaikan permasalahan kedaerahan.
Secara ideal pendidikan Islam berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi sekaligus beriman dan beramal saleh. Pendidikan Islam diperlukan sebagai suatu upaya dalam pengembangan pikiran, pemantauan prilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.[35]
Seiring dengan tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah yang tunduk dan patuh kepada Sang Khaliq (pengabdi) dengan mengacu pada ajaran Islam yang dilakukan secara personal dan kolektif.
Ayat yang mendukung (QS:13:11) “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada dalam diri mereka (sikap mental mereka). Manusia dibekali kekuatan fisik dan berfikir, mewujudkan perubahan dengan kekuatan fisik maupun nalarnya, manusia punya potensi besar dan istimewa melaksanakan tugas sejarah : Reformasi.[36]

E. Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan
Untuk menciptakan masyarakat negara yang demokratis, seyogiyanya melalui perbaikan kualitas pendidikan. Semakin tinggi pendidikan suatu bangsa, maka semakin tinggi pula tingkat demokrasi bangsa itu.
Hadiyanto menyatakan,[37] dibalik keinginan yang besar dengan digulirkannya desentralisasi pendidikan atau permasalahan yang muncul dilapangan berkaitan dengan :
1. Kesiapan Mental

Kesiapan mental para pelaku dan penyelenggaraan pendidikan, belum sepenuhnya mencerminkan kesediaan dan keinginan dalam mengimplementasikan desentralisasi pendidikan. Hasil penelitian di Yogyakarta menyimpulkan bahwa beberapa di daerah, secara mental dan structural bangsa Indonesia belum siap untuk menghadapi otonomi pendidikan. Meskipun otonomi pendidikan sudah ada dalam peraturan dan regulasi otonomi daerah, tetapi dalam kelembagaan dan sikap akademik guru, Kepala Sekolah dan Jajaran Dinas Pendidikan sebagai atasannya belum sinkron.
Contoh: Aplikasi Manajemen berbasis Sekolah (MBS) yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan lewat peningkatan mutu guru dan manajemen sekolah, amsih sebatas wacana. Aliran dana untuk program MBS, sejumlah 80 persen terserap untuk menggaji guru (suara pembaharuan, 3 Februari, 2002). Apabila situasi yang demikian itu tidak ditangani secara komprehensif, maka yang akan terjadi hanyalah menambah beban penyelenggaraan pendidikan yang jalannya sudah terseok-seok.

2. Kesiapan Sumber Daya manusia

Membicarakan tentang sumber daya mansuia maka tidak terlepas dari pembicaraan link and match, yaitu pemerataan, kualitas, relevansi dan efisiensi. Sumbar Daya Manusia berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah disamping hal-hal yang menyangkut prasarana dan wahana yang diperlukan[38]
Sumber Daya manusia sebenarnya merupakan pilar yang paling utama dalam melakukan implementasi desentralisasi pendidikan, namun yang terjadi justru sebaliknya. Otonomi ditafsirkan sebagai kesempatan berbuat semaunya sendiri, sesuka hati, bahkan cendrung sangat egosentris. Otonomi diartikan sebagai kesempatan untuk menjadi raja-raja kecil di daerah (pasca reformasi).
Pencapaian suatu tujuan tidaklah mudah untuk dilakasankan dan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, seyogiyanya prakarsa timbul dari pemerintah daerah sendiri dengan meninggalkan cara-cara yang lebih banyak menimbulkan kegagalan dari pada keberhasilan. Sebab otonomi akan memeprmudah melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Otonomi dengan titik berat upaya pemberdayaan (empowerment) agar semakin mandiri dan berkualitas dalam proses pendidikan Islam. Pendidikan Islam jelas mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
Secara ideal pendidikan Islam berfungsi dalam persiapan SDM yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal karakter, sikap moral dan penghayatan dan pengamalan ajaran agama.[39]

3. Kesiapan Sumber Dana
Kesiapan sumber dana atau keuangan merupakan masalah yang paling krusial dalam perbaikan pendidikan di Indonesia, meskipun pemerintah telah berupaya keras merencanakan menaikkan persentase anggaran pendidikan nasional menjadi minimal 20 persen dari APBN, sesuai dengan UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang system pendidikan nasional.
Desentralisasi pengelolaan pendidikan di Indonesia disamping diakui sebagai kebijakan politis yang berkait dengan pendidikan, juga merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal.
Paqueo dan Lammert J menunjukkan alas an desentralisasi peneyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia yaitu karena alasan 1) Pembiayaan pendidikan,2) peningkatan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan,3) redistribusi kekuatan politik,4)Peningkatan kualitas pendidikan,5)Peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga negara.[40]
Sumber dana masyarakat muslim untuk pendidikan Islam dapat digalang melalui zakat, infak dan sedekah serta waqaf dan lain-lain. Perkembangan histories kelembagaan pendidikan / perguruan Islam yang hampir sepenuhnya bersandar pada komunitas muslim sendiri (swasta), bukan pemerintah (negeri), seperti itu terlihat jelas dalam peta pendidikan Indonesia sekarang ini.[41]
Islam dalam pergulatan sejarah pendidikannya, sangat mempertimbangkan aspek finansial dalam menentukan arah kebijakan pendidikan, sumber dana pendidikan Islan mulanya bersumber dari dana swadaya masyarakat muslim. Hal ini tergambar dalam proses pendidikan di lembaga-lembaga seperti Masjid, Surau, Langgar dan lain sebagainya. Baik berupa infak sedekah dan lain sebagainya untuk tujuan ibadah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

F. Penutup
Kesimpulan
Lembaga Pendidikan Islam, terutama pendidikan tingginya harus melakukan pembaruan dalam penyelenggaraannya di mana kerja akademik harus ditonjolkan dan menjadi basic kerja. Birokrasi administrasi harus berparadigma akademik. Untuk mencapai penguatan Kerja Akademik di Lembaga Pendidikan Islam, khususnya pendidikan tinggi diperlukan kerja keras mengikuti alur pendekatan sistem dalam pendidikan. Lembaga Tinggi Pendidikan Islam yang dengan otoritas keilmuan dan memiliki otonomi dalam mengelola lembaganya, hendaknya menjadikan proyek penguatan kerja akademik ini sebagai salah satu langkah membangun pendidikan Islam menjadi lebih baik, dan pada gilirannya melahirkan generasi yang Ramatan lil ‘Âlamîn.
















Daftar Pustaka

1. Hasbullah, Otonomi Pendidikan Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya
terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007

2. Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004 cet. Pertama

3. C.S.T. Kansil & Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia) Jakarta: Pradya Paramita, 2004 cet. 2

4. Inu Kencana Syafe’I, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2004, cet. Pertama

5. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990

6. Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005

7. Inu Kencana Syafe’I, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994

8. Tumpal P. Saragi, Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa, Alternatif Pemberdayaan Desa, Jakarta: CV. Cipiruy, 2004

9. Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003

10. Kaelany HD. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000 cet. I

11. Sunardi, Danny Tanuwijaya, Abdul Wahid, Republik Kaum Tikus, Jakarta:Edsa Mahkota, 2005

12. H.A.W. Widjaja, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998



[1] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. hal. 56
[2] Abdul Rahman an-Nawawi, di dalam bukunya 'Pendidikan Islam: Di Rumah, Di Sekolah dan Masyarakat
[3] Hasbullah, Otonomi Pendidikan Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 hal. 7
[4] Asnawir, Manajemen Pendidikan, IAIN IB Press, 2006., hal. 129
[5] Asnawir, Ibid., hal. 129
[6] Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004 cet. Pertama, hal. 23
[7] C.S.T. Kansil & Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia) Jakarta: Pradya Paramita, 2004 cet. 2 hal. 113
[8] Inu Kencana Syafe’I, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2004, cet. Pertama, hal. 108
[9] Kansil, Ibid hal. 115
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, hal. 195
[11] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005., h. 244
[12] Hasbullah, Ibid., hal 244
[13] Abdul Rahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. Visi Misi dan Aksi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006., hal. 133
[14] Inu Kencana Syafe’I, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994. hal. 94
[15] Asnawir, Ibid., hal. 130
[16] Ibid., hal. 14
[17] Tumpal P. Saragi, Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa, Alternatif Pemberdayaan Desa, Jakarta: CV. Cipiruy, 2004, hal. 57
[18] Hasbullah, Ibid., hal. 56
[19] Asnawir, Ibid., hal. 140
[20] Asnawir, Manajemen Pendidikan, IAIN IB Press, 2006., hal. 146
[21] Ibid., hal. 146
[22] A.M. Kadarman dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996., hal. 10
[23] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002., hal. 216
[24] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002., hal. 215
[25] Ramayulis., Op-cit., hal. 216
[26] Hasbullah, Op-cit., 148
[27] Asnawir, Ibid., hal. 133
[28] Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 167
[29] Inu Kencana Syafe’I, Ibid., h. 21
[30] Ibid., hal. 21
[31] Inu Kencana syafe’I, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, hal. 113
[32] Ibid., hal. 114
[33] Ibid., hal. 110
[34] Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 11
[35] Kaelany HD. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000 cet. I hal. 241
[36] Sunardi, Danny Tanuwijaya, Abdul Wahid, Republik Kaum Tikus, Jakarta:Edsa Mahkota, 2005, hal. 100
[37] Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakrta: Rineka Cipta, 2004. cet. Pertama., hal. 50
[38] H.A.W. Widjaja, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998 hal. 20
[39] Azyumardi Azra, Ibid., h. 56-57
[40] Hadiyanto, Ibid., hal. 47
[41] Azyumardi Azra, Ibid., h. 152

Sistem Pendidikan Islam

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
oleh : A. Dt. Kari
terasfakta,
A. Pendahuluan

Pendidikan Islam menjadi isu penting sepanjang sejarah kehidupan umat manusia secara keseluruhan, itu sebabnya perbincangan seputar pendidikan Islam baik secara Internasional, Nasional, Regional dan lokal. Karena pendidikan Islam memiliki pengaruh besar dalam kehidupan manusia.
Kenyataan di atas muncul karena pendidikan Islam terbukti berabad-abad mampu melakukan perubahan terhadap perbaikan umat manusia, pendidikan Islam yang universal didalamnya memandang manusia secara paripurna dengan berbagai aspek yang melatar belakanginya.
Sistem pendidikan Islam di sandarkan pada suatu kenyataan bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu sebagaimana sabda Rasulullah yang sebagiberikut:
“menuntut ilmu wajib atas setiap muslim (H.R.Ibnu Hadi dan Baihaqi)
Allah SWT mewajibkan setiap muslim menuntut ilmu dan membekali dirinya dengan berbagai macam ilmu yang dibutuhkan dalam berbagai aktifitas kehidupan, karena itu pendidikan Islam merupakan sesuatu yang terstruktur, terprogram dan sistematis.tujuannya adalah agar manusia berkepribadian Islam.

PENGERTIAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Pengertin Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema”, yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Istilah sistem dipakai untuk menunjuk beberapa pengertian sebagaimana dicontohkan oleh Fuad Ihsan misalnya[1] :
Diapakai untuk menunjuk adanya suatu himpunan bagian-bagian yang saling berkaitan secara alamiah maupun oleh budidaya manusia sehingga menjadi suatu kesatuan yang bulat terpadu. Misalnya sistem tata surya.
Sistem dapat menunjuk adanya alat-alat atau organ tubuh secara keseluruhan yang secara khusus memberikan andil terhadap berfungsinya fungsi tubuh tertentu yang rumit namun amat vital. Misalnya sistem syaraf.
Sistem dapat dipakai untuk menunjuk sehimpunan gagasan atau ide yang bersusun dan terorganisasi sehingga membentuk suatu kesatuan yang logis. Misalnya sistempemerintahan demokratis.
Sistem dapat digunakan untuk menunjuk suatu hipotesis atau uraian suatu teori. Misalnya pendidikan sistematis.
Sistem dapat digunakan untuk menunjuk pada suatu cara atau metode. Misalnya sistem mengetik sepuluh jari, system belajar jarak jauh, system modul dalam pengajaran.
Sistem adalah suatu kesatuan dari komponen-komponen yang masing-masing berdiri sendiri tetapi saling terkait satu dengan yang lain, sehingga terbentuk suatu kebulatan yang utuh dalam mencapai tujuan yang dinginkan.[2]
Lebih tegas Ramayulis menyatakan bahwa sistem adalah sejumlah elemen (obyek,orang,aktivitas,rekaman,informasi dan lain-lain) yang saling berkaitan dengan proses dan struktur secara teratur dan merupakan kesatuan organisasi yang berfungsi untuk mewujudkan hasil yang diamati (dapat dikenal wujudnya) sedangkan tujuan tercapai.

Pengertian Pendidikan Islam
Istilah “pendidikan” dalam pendidikan Islam kadang-kadang disebut al-ta’lim. Al-Ta’lim biasanya diterjemahkan dengan “pengajaran”. Ia kadang-kadang disebut dengan al-ta’dib. Al-Ta’dib secara etimologi diterjemahkan dengan penjamuan makan atau pendidikan sopan santun.[3]
Sedangkan al-Gazali menyebut “pendidikan” dengan sebutan al-riyadhat dalam arti bahasa diterjemahkan dengan olah raga atau pelatihan. Term ini dikhususkan untuk pendidikan masa kanak-kanak, sehingga al-gazali men yebutnya dengan riyadha alshibyan[4]
“Sekarang pendidikan Islam disebut Tarbiyah Islamiyah”.[5] Menurut Athiyah Abrasyi al-Tarbiyah adalah term yang mencakup keseluruhan kegiatan pendidikan. Ia adalah upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna etika, sistimatis dalam berfikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain. Berkompetensi dalam mengungkap bahasa lisan dan tulis, serta memiliki beberapa keterampilan.[6]
Lebih lanjut Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan.[7]
Merimba juga memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah “bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hokum-hukum agama Islam menuju kepada erbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam.[8]
Dari beberapa pengertian tentang sistem dan pendidikan Islam di atas maka pemakalah menyatukan dari pengertian tersebut bahwa sistem pendidkian Islam adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsure-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekadar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product). sebagai contoh, tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen, antara lain jaringan daging, otak, urat-urat, darah, syaraf dan tulang-tulang. Setiap komponen-komponen itu mempunyai fungsi sendiri-sendiri (fungsi yang berbeda-beda), dan satu sama lain saling berkaitan sehingga merupakan suatu kebulatan atau suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua komponen itu berinteraksi sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Pemakalah berkesimpulan bahwa sistem adalah satu kesatuan yang utuh dari seluruh bagian-bagian yang terkait dengan proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Keutuhan dari seluruh komponen pendidikan sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan, namun apabila salah satu komponen tidak utuh maka tujuan pendidikan sulit tercapai secara maksimal. Begitu juga halnya dengan system pendidikan Islam tentunya seluruh komponen yang terkait dengan pendidikan Islam berupa satu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dan begitu juga saliknya jika selurug komponen pendidikan Islam ada yang tidak berjalan maka tujuan akan sulit tercapai.

CIRI-CIRI SISTEM DAN KOMPONENNYA

Pendidikan Islam merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga hal pokok, yaitu , unsur masukantujuan, unsure proses usaha itu sendiri, dan unsure hasil usaha.[9] Senada dengan yang dikemukakan Ramayulis yang dikutip dari JW. Getzel and E.G. Guba menyatakan pada umumnya sistem social mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan (interpendent) antara satu sama lainnya.
b. Berorientasi pada tujuan (goal oriented) yang telah ditetapkan.
c. Didalamnya terdapat peraturan-peraturan tatatertib berbagai kegiatan dan sebagainya.[10]
Selanjutnya Ramayulis membagi unsur tersebut menjadi empat bagian yaiyu :
1). Kegiatan Pendidikan yang meliputi : pendidikan diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain.
2). Binaan pendidikan, mencakup : jasamani, akal, dan qalbu.
3). Tempat pendidikan, mencakup : rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
4). Komponen pendidikan, mencakup: dasar, tujuan pendidikan, peserta didik, materi, metode, media dan evaluasi.
Dari pendapat pakar pendidikan di atas pemakalah lebih cenderung pada pendapat Ramyulis yang membagi system pendidikan tersebut atas empat unsur, karena pendapat pertama masih bersifat parsial sementara dalam pendidikan Islam harus mewakili keseluruh unsure yang terkait, seperti adanya dasar pendidikan, otomatis dasar pendidikan Islam akan jauh berbeda dengan dasar pendidikan pada umumnya.

P.H. Combs (1982) sebagaimana dikutip oleh Fuad Ihsan mengemukakan dua belas komponen pendidikan seperti berikut[11]:
a. Tujuan dan Priorits
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi tentang apa yang hendak dicapai oleh system pendidikan dan urutan pelaksanaannya. Contohnya ada tujuan umum pendidikan, yaitu tujuan yang tercantum dalam perundang-undangan negara, yaitu tujuan pendidikan Islam, ada tujuan institusional, yaitu tujuan lembaga tingkat pendidikan dan tujuan program, seperti S1, S2, S3 dan lain-lain.
b. Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar. Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan system pendidikan. Contohnya, berapa umurnya, berapa jumlahnya, bagaimana tingkat perkembangannya, pembawaannya, motivasinya untuk belajar, dan social ekonomi orang tuanya.
c. Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan. Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan informasi tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan, contohnya, pemimpin yang mengelola sistem itu bersifat ototiter, demokratis, atau laissez-faire

d. Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan. Contohnya, pembagian waktu ujian, wisuda, kegiatan perkuliahan, seminar, kuliah kerja nyata, kegiatan belajar mengajar dan program pengalaman lapangan.
e. Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Juga mengarahkan dan mempolakan kegiatan-kegiatan dalam proses pendidikan.contohnya, isi bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran atau mata kuliah, dan untuk pengalaman lapangan.
f. Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta didik, contohnya pengalaman dalam mengajar, status resminya guru yang sudah diangkat atau tenaga sukarela dan tingkatan pendidikannya.
g. Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik dan lebih bervariasi. Contohnya film, buku, papan tulis, peta.
h. Fasilitas
Fungsinya untuk terselenggaranya proses pendidikan. Contohnya, gedung dan laboratorium beserta perlengkapannya.
i. Teknologi
Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan. Yang dimaksud dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif. Contohnya, pola komunikasi satu arah, artinya guru menyampaikan pelajaran dengan berceramah, peserta didik mendengarkan dan mencatat; atau pola komunikasi dua arah, artinya ada dialog antara guru dan peserta didik.
Pada pola terakhir ini peserta didik banyak yang mempunyai kesempatan untuk bertanya, mengajukan pendapat kepada guru, teman-teman yang duduk dikiri-kananya, atau antar peserta didik.
Contoh yang lain, teknik yang digunakan guru tidak pernah menggunakan alat bantu belajar, hanya berceramah.
j. Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan. Contohnya, peraturan tentang penerimaan anak/peserta didik dan staf pengajar, peraturan ujian, dan penilaian.
k. Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan penampilan sistem pendidkan. Contohnya, dulu bangsa Indonesia belum mampu membuat kapal terbang dan mobil tetapi sekarang bangsa Indonesia sudah pandai, sebelun tahun 1980-an, kebanyakan perguaruan tinggi di Indonesia belum melaksanakan sitem Satuann Kredit Semester (SKS), sekarang hampir seluruh perguruan tinggi telah melaksanakannya.
l. Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang efesiensi sistem pendidikan.contohnya sekarang biaya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antar keluarga, pemerintah dan masyarakat.

D. PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM

Pendidikan merupakan system tersendiri di antara berbagai system di dunia ini, kendatipun ada perinciannya dan unsure-unsurnya yang bersamaan. Dia merupakan system tersendiri, baik tentang cakupannya maupun tentang kesadarannya terhadap detak-detak jantung, goresan hati, karsa dan rasa manusia.[12]
Dari berbagai literature tampaknya Pendidikan Islam sebagai suatu sistem tidaklah sama dengan system pendidikan kontemporer pada umumnya. Hal ini juga disinyalir oleh Ramayulis “ pendidikan Islam memiliki system yang berbeda dengan system pendidikan lain.[13] Namun pendidikan Islam yang didasrkan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi tidak menyebutkan secara spesifik tentang system pendidikan
Pendidikan Islam yang akan mencorakkan masyarakat Islam bukanlah sistem pendidikan yang berasaskan sesuatu yang asing dari pada Islam, diimport dari Barat atau yang telah disempurnakan dengan memasukkan beberapa unsur Islam ke dalamnya kerana sebagai contoh kebanyakan sistem yang ada gersang akan aspek-aspek kerohanian

PERBEDAAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DENGAN SISTEM PENDIDIKAN NON ISLAM

Islam dengan ajarannya yang universal memiliki sistem yang berbeda secara mendasar dengan sistem non Islam. Sesuai dengan namanya (Islam dan Non-Islam), dalam kontek pendidikan perbedaan keduanya menurut Ramayulis terletak pada :[14]
1. Sistem Idiologi
Islam memiliki idiologi al-Tauhid yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan non-Islam memiliki berbagai macam ideologi yang bersumberkan dari isme-isme materialis, komunis, ateis, sosialis,kapitalis dan sebagainya. Dengan begitu maka perbedaan kedua sistem tersebut adalah muatan ideologinya yang ingin dicapai.
Apabila ide pokok ideologi Islam harus berdasarkan al-Tauhid pula. Makna tauhid bukan hanya mengesakan Tuhan seperti yang dipahami oleh kaum monoteis, melainkan juga meyakinkan kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of menkind), kesatuan tuntutan hidup (unity of purpose of lifea), Dengan kerangka dasar al-Tauhid ini maka pendidikan Islam tidak akan ditemui tindakan yang dualisme, dikotomi bahkan sekularis. Sistem pendidikan Islam (mencakup: pendidik, peserta didik, kurikulum, metode, tujuan, media dan sebagainya) menghendaki adanya integralisme yang menyatukan kebutuhan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani dan system kehidupan lainnya. Jadi, dibidang ideology sastem pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan non-Islam, tetapi dibidang teknik-operasional barangkali keduanya sama.
2. Sistem Nilai
Pendidikan Islam bersumber dari nilai Al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan pendidikan non-Islam bersumberkan dari nilai yang lain. Formulasi ini relevan dengan kesimpulan di atas, sebab dalam ideologi Islam itu bermuatan nilai-nilai dasar Al-Qur’an dan Sunnah, sebagai sumber asal dan ijtihad sebagai sumber tambahan. Pendidikan non-Islam sebenarnya ada juga sumber nilainya, namun sumber nilainya hanya dari hasil pemikiran, hasil penelitian para ahli, dan adat kebiasaan masyarakat.
Ketiga nilai tersebut yang dipindahkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya.
3. Orientasi Pendidikan
Pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, sedangkan pendidikan non-Islam,orientasinya duniawi semata. Di dalam Islam antara dunia dan akhirat merupakan kelanjutan dari dunia, bahkan suatu mutu akhirat konsekwensi dari mutu kehidupan dunia. Segala perbuatan muslim dalam bidang apapun memiliki kaitan dengan akhirat.
Islam sebagai agama yang bersifat universal berisi ajaran-ajaran yang dapat membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan), dunia…( Al-Qur'an)
Untuk ini Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan Allah dan sesama manusia. Dalam hubungan ini Saltut melihat bahwa ajaran Islam itu pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu aqidah dan syari’ah. Muslim sejati disisi Allah ialah orang yang beriman dan melaksanakan syari’ah. Barang siapa beriman tanpa bersyari’ah atau sebaliknya bersyari’ah tanpa beriman niscaya tidak akan berhasil.
Berdasarkan hal tersebut pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia dan kehidupan yang indah di akhirat serta terhidar dari siksaan Allah yang Maha Pedih.
Perbedaan dengan pendidikan Barat yang bertitik tolak dari filsafat pragmatisme, yaitu yang mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat dan situasi, dan berakhir pada garis hajat. Filsafat ilmunya adalah kegunaan/utilitas. Fungsi pendidikan tidaklah sampai untuk menciptakan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di akhirat, akan tetapi terbatas pada kehidupan duniawiyah semata.
Secara faktual Pada wilayah kenyaatan Krisis Kehidupan multidemensional yang menggerogoti manusia dewasa ini seperti : kemiskinan, ebodohan dan keterbelakangan, kedzaliman, dekadensi moral dan lain sebagainya merupakan imlikasi dari kehidupan global.
Sistem pendidikan sekularistik seperti, ekonomi kapitalistik, pendidikan materialistik, gaya hidup individualistic, budaya hedonoistik adalah merupakan akar dari pada permasalahan dengan sistem pendidikannya.
Namun Islam memberikan solusi yang sangat fundamental terhadap perubahan dan tantangan yang tengah dialami umat manusia, dalam hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Baik dalam mengahadapi masalah ekonomi, social, politik, budaya, pendidikan, maka system pendidikan islam harus terkait dan saling bersinergi yaitu kehidupan masyarakat, sekolah dan keluarga.
Allah berfirman dalam Surah Syura ayat:13
Artinya : “ Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”.[15]

FirmanNya lagi dalam surah al-Rum: 30
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],[16]
F. Prinsip-Prinsip Sistem Pendidikan Islam
Islam pada prinsipnya memiliki system pendidikan yang komprehensif, hal ini tergambar pada dalil-dalil berupa Al-Qur’an dan Hadits atau perbuatan Nabi: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w betul-betul merupakan prestasi nyata bagi Al-Qur’an.[17]
Prinsi Ukhuwah
Islam juga mengajarkan sikap saling menghormati antara berbagai komunitas manusia beriman (QS. 6:108). Dalam kehidupan sosial, sikap ini ditunjukkan dengan sikap saling menolong/bekerja sama tanpa diskriminasi keyakinan dan perilaku yang salah.Di samping itu, Islam pun mengajarkan keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam dalam diri manusia, sehingga kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah (sunnatullah) dari prinsip tersebut.
Prinsip Rahmatan lil’Alamin,
Pendidikan Islam, dari semua jenjang dan jalur, mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan dan penguatan perilaku-perilaku Rahmatan lil ‘Alamin, universal yang pada gilirannya akan mampu menciptakan peradaban atau kebudayaan yang disebut oleh al Qur’an sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Prinsip Akhlakul Karimah
Siti Aisyah ternah pernah ditanya tentang akhlak Nabi s.a.w., ia menjawab: akhlak beliau adalah Al-Qur’an.[18]
Globalisasi, yang ditandai pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi telah melahirkan dunia serba maya, batas dan jarak antarnegara, budaya, ideologi menjadi sangat tipis. prinsip akhlaqul karimah berarti: berkaitan dengan kata khalaqun yang berarti kejadian, kata ini mengidentifikasi bahwa orang yang berakhlak mulia memiliki kesadaran sejarah yang tinggi, yakni asal kejadiannya, sejarah perkembangan hidupnya, dan kemudahan serta kesukaran yang pernah diperolehnya, disamping itu akhlak berkaitan dengan khaliq yang berarti pencipta. Dari pengertian ini orang berakhlak berarti orang yang memiliki kesadaran ilahiyah yang tinggi, ini juga memunculkan rasa pengabdian yang tinggi dan rasa tanggungjawab terhadap peningkatan kualitas hidupnya sebagai makhluk mulia, bahkan akhlak yang berkaitan dengan kata makhluk, artinya diciptakan, berarti orang yang berakhlak merupakan orang memiliki kesadaran terhadap posisinya sebagai makhluk Allah, melahirkan sifat kebersamaan dan kesadaran sosial yang tinggi.

Out put pendidikan Islam harus disiapkan sebagai individu yang memiliki integritas tinggi, yang bisa bersyukur dan menyatu dengan kehendak Tuhannya, menyatukan dirinya (tidak terjadi split personality), menyatu dengan masyarakat (tidak ada disintegrasi sosial) dan menyatu dengan alam (tidak membuat kerusakan). Untuk mencapai ke sana, menurut Usman Abu Bakar (2002) sekurang-kurangnya out put pendidikan Islam harus mengarah kepada profil individu yang mempunyai: (1) spiritualitas yang tinggi, (2) ketinggian dan kedalaman ilmu, (3) komitmen kepada profesionalisme dan, (4) komitmen kepada akhlakul karimah.
Dalam hal prinsip ini Ramayulis membagi prinsip pendidikan Islam kepada, prinsip implikasi dari Carateristik manusia meniurut Islam, prinsip integral dan terpadu, prinsip keseimbangan, prinsip universal, serta prinsip dinamis.[19]
Spiritualitas yang tinggi berarti pendidikan Islam sebagai suatu pendidikan yang melatih perasaan terdidik dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual mentalnya menjadi begitu berdisiplin. Sehingga mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual, atau hanya memperoleh keuntungan material saja, melainkan untuk berkembang sebagai intelektual rasional yang berbudi luhur dan melahirkan kesejahteraan, spiritual, moral dan fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.

Sikap-sikap di atas, menurut Ali Ashraf (1979) berasal dari keyakinan yang mendalam terhadap Allah SWT dan penerimaan seluruh hati atas ketentuan moral yang diberikan oleh-Nya. Keabadian kepentingan dan makna dari ketentuan semacam itu, menurut Ashraf, untuk perkembangan wajar dari seorang manusia rasional dan spiritual dijalani dan dipahami melalui prinsip-prinsip itu dalam alam dan masyarakat, dalam perspektif ini, maka seseorang yang menerima pendidikan Islam tumbuh menjadi pribadi pecinta kedamaian, selaras, mantap dan berbudi luhur dengan keyakinan dan kepercayaan pada belas kasih Allah yang tidak habisnya dan keadilan-Nya yang tak ada tandingannya, serta hidup rukun dan tidak bertentangan dengan alam
Sesuatu sistem pendidikan hanya dapat dianggap sebagai sistem pendidikan Islam apabila segala prinsip, kepercayaan serta kandungannya berasaskan Islam. Pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Quran adalah pendidikan yang menyeluruh, tidak terbatas kepada ibadat dan melupakan tingkah laku, atau memberatkan individu dan melupakan amal, tetapi meliputi segala kehidupan manusia.
G. Penutup


Demikianlah pembahasan makalah yang sederhana ini, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan dalam penulisannya, namun pemakalah dapat mengambil kesimpulan dari sebuah system pendidikan Islam dan beberapa saran untuk kemajuan pendidikan Islam dimasa yang akan datang.

Kesimpulan.

Sisitem pendidikan Islam sangat relevan dengan sistem kehidupan yang berlandaskan kepada al-qur’an dan hadits Nabi s.a.w., dalam mencapai tujuannya yang hakiki. Sistem pendidikan Islam sangat memandang nilai-nilai kemanuaan dengan berbagai kondisi, tantangan serta perubahan zaman yang sangat cepat menggerogoti nilai-nilai kemanusaiaan itu sendiri.

Saran

Sudah seyogiyanya sistem pendidikan mengacu kepada sistem kehidupan Islam secara universal, karena system pendidikan Islam penenkanannya sangat substasial untuk mencapai suatu tujuan dan tujuan yang akan dipai dan diusahankan juga sangat jelas, memiliki implikasi potif masa depan kehidupan hakiki.





Daftar Pustaka


Al-Qur’an Digital

Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan., Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005

Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam Terjemahan Drs. Salaman Harun, Bandung: PT.Alma’arif.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002


[1] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan., Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005., hal. 107-108
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002., hal. 4
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2002.,hal. 2
[4] Op-Cit., hal. 2
[5] Ibid., hal 3
[6] Ibid.,
[7] Ibid
[8] Ibid.,
[9] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005 Hal. 110
[10] Ramayulis, Ibid., hal 4
[11] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005 hal. 111-113
[12] Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam Terjemahan Drs. Salaman Harun, Bandung: PT.Alma’arif., hal. 14
[13] Ramayulis, Ibid., hal. 5
[14] Ramayuis, Ibid., hal. 5-7
[15] Al-Qur’an Digital : 1340]. Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
[16]Al-Qur’an Digital : [1168]. Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[17] Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terjemahan Drs. Salman Harun, Bandung. PT. Alma’arif, hal. 13
[18] Muhammad Quthb., Ibid., hal. 13
[19] Ramayulis., Ibid., hal. 11-16