Sabtu, 28 Juni 2008

Penelitian Sejarah

(Historical Research)
oleh ; Asrarulhaq Dt. Kari
A. PENDAHULUAN


Sejarah di samping topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik juga membicarakan tentang keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban.
Analisis sejarah bisa ditujukan kepada individu, gagasan, pergerakan, atau suatu institusi. Meskipun demikian, obyek-obyek observasi sejarah tidak dapat dipandang secara terpisah atau secara sepotong-sepotong. Tidak ada orang yang dapat dijadikan subyek penelitian sejarah tanpa diperhitungkan juga interaksinya dengan gagasan-gagasan, gerakan-gerakan, atau institusi-institusi yang “hidup” pada zamannnya. Fokus atas salah satu aspek sejarah, hanyalah sekedar pembatasan titik penekanan yang menjadi arah telaah para sejarahwan.
Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman. Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Menyebutkan "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."
Dalam melakukan penelitian sejarah sanagatlah ditentukan oleh strategi seorang peneliti atau dengan menentukan langkah-langkah yang digunakan, apalagi dalam penelitian sejarah sangat dibutuhkan upaya-upaya untuk memperoleh data, upaya pemerolehan data yang diakui validitasnya menuntut kejelian dan keuletan sipeneliti untuk menelaahnya. Makalah ini juga akan membahas data yang dibutuhkan bagi sejarahwan.
Penelitian sejarah lebih tergantung kepada data yang diobservasi orang lain dari pada yang diobservasi oleh peneliti sendiri. Data yang baik akan dihasilkan oleh kerja yang cermat dengan menganalisis keotentikan, ketepatan, dan kepentingannya sumber –sumbernya.[1] Berbagai sumber atau referensi menyebutkan data yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian sejarah adalah data primer dan data sukunder sehingga hasil dari penelitian yang dilakukan dapat diyakini validitasnya.
Melalui penulisan makalah ini penulis ingin menelusuri tentang teori untuk Penelitian Sejarah, sehingga diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan diskusi dalam kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Islam

B. Pengertian Penelitian Sejarah
Kata "sejarah" secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri sejarah disebut تاريخ (tarikh). Kata "tarikh" dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah "waktu". Dalam Kamus Populer Lengkap arti historisch adalah historis, bersejarah, riwayat terjadinya.[2] Sejarah adalah “rekaman” prestasi manusia. Ia bukan semata-semata daftar rentetan peristiwa secara kronologis, melainkan gambaran mengenai berbagai hubungan yang benar-benar manunggal antara manusia, peristiwa, saat dan tempat.[3]
Sementara Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa “penelitian historis merupakan penelaahan dokumen serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis”.[4] Dalam pengertian dapat dipahami agar peneliti sejarah dapat memahami keadaan pendidikan dengan lebih baik, selanjutnya dapat memecahkan permasalahan yang timbul dengan mengacu pada pengalaman masa lalu.
Edward Carr sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto sejarah merupakan proses interaksi yang tidak henti-hentinya antara sejarahwan dengan fakta dan merupakan pula dioalog yang tidak pernah berakhir antara masa sekarang dengan masa lampau.[5]
Jack R. Fraenkel and Norman E. Wallen, dalam bukunya How To Design And Evaluate Research in Education mendefinikan “…historical research, then, is the systematic collection and evaluation of data to describe, explain, and thereby understand actions or events that occurred sometime in the past”.[6] (Historis reseach adalah evaluasi dan koleksi data yang sistematis untuk menguraikan, menjelaskan, dan dengan demikian memahami peristiwa atau tindakan yang terjadi dimasa lampau). Seorang peneliti sejarah (sejarahwan) harus mampu merekonstruksi sebuah peristiwa masa lampau kemudian mejelaskan informasi tersebut sesempurna mungkin.
Sementara ada dua pengertian yang lebih mendekati sebagaimana Dudung Abdurraman mengungkapkan dalam bukunya Metode Penelitian Sejarah bahwa penelitian sejarah adalah “proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu, menjadi kisah sejarah yang bisa dipercaya”.
Lebih lanjut penelitian sejarah adalah “seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengunmpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis”.[7]
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian historis lebih cenderung fokus pada upaya penelaahan terhadap dokumen-dokumen baik dari hasil penulisan, rekaman, penelitian atau pengamatan para ahli dari berbagai bidang seperti ahli jurnalistik, ahli hukum, ahli kedokteran,ahli pendidikan, penulis buku harian, ahli fotografi, dan ahli-ahli lain yang kadang-kadang bidang keahlian dan profesinya tidak dipahami oleh sejarahwan.

C. Tujuan Penelitian Historis

Secara sederhana dalam sebuah penelitian histories seyogiyanya memiliki tujuan akhir yang ingin dicapai oleh sejarahwan. menurut Sumardi Suryabrata menyatakan tujuan penelitian histories adalah “untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis, dan objektif, dengan cara mengumpulkan dan mengevaluasikan, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat”.[8]
Dari tujuan penelitian yang dikemukakan oleh Suryabrata ini dapat dipahami bahwa melalui penelitian sejarah, peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lalu dapat dijadikan perbandingan bagi masa sekarang dan yang akan datang. Dengan hasil yang diperoleh dari gambaran peristiwa masa lampau juga dapat dijadikan pemicu untuk mencapai keberhasilan di masa yang akan datang. Apalagi dengan kemampuan mengungkap bukti-bukti sejarah yang terkait dengan keberhasilan atau kegagalan masa lalu diberbagai bidang akan mudah untuk melakukan evaluasi diberbagai bidang pula untuk saat ini, sehingga diperoleh keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan.




D. Prosedur atau Langkah – Langkah Dalam Penelitian Historis

1. Merumuskan Problematika

Biasanya peneliti sejarah agak sulit untuk merumuskan masalah penelitian sejarah, kesulitan utama terletak pada pembataasan masalah agar dapat melakukan analisis yang sangat memuaskan. Hal ini disebabkan karena sejarahwan tidak hidup pada saat peristiwa yang sedang diteliti, maka sejarahwan sering menggunakan inferensi dan analisis logis, dengan menggunakan rekaman pengalaman orang lain ketimbang observasi langsung.
Untuk menjamin informasi terpercaya, seorang peneliti harus menyandarkan diri pada data primer baik catatan maupun cerita dari tangan pertama. Dalam bidang pendidikan Ada beberapa topic dalam bidang pendidikan yang pantas digarap dalam penelitian historis . Di dalam survey sejarah di bidang pendidikan Mark Beach[9] sebagimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto

“telah menganalisis problematika dan topik-topik di dalam pendidikan sejarah menjadi lima tipe : Tipe pertama memandang isu-isu social sebagai isu yang paling popular. Sebagai contoh dalam masalah pendidikan di pedesaan, upaya untuk mengadakan perombakan dalam dunia pendidikan , dan berbagai masalah tentang tes inteligensi.Tipe problematika kedua adalah hal-hal yang berhubungan dengan sejarah individu misalnya biografi . penelitian tipe ini biasanya di dorong oleh keinginan saderhana untuk memperoleh pengetahuan tentang gejala yang tidak menjadi perhatian umum. Tipe ke tiga menyangkut upaya untuk mengadakan interpretasi ide atau kejadian yang tampaknya tidak berhubungan satu sama lain . sebagai contoh adalah penerbitan berbagai buku pelajaran atau kurikulum berbagai jenis tingkat sekolah yang dimaksudkan misalnya untuk menyelidiki perkembangan kurikulum dari masa ke masa. Tipe keempat adalah problematika yang berhubungan dengan minat penelitian untuk mensitensiskan data lama menjadi fakta-fakta sejarah yang baru. Tipe problematika yang terakhir , yaitu yang kelima adalah mengadakan intepretasi ulang bagi kejadian-kejadian masa lampau yang telah di interpretasikan oleh sejarawan lain. Hasil interpretasi ulang seperti ini dikenal dengan sebutan : previsi sejarah (revisionist history) yang oleh pelaku dimaksudkan untuk merevisi sejarah-sejarah yang ada kedalam kerangka interpretasi baru”

Seperti yang berlaku didalam penelitian-penelitian jenis lain, didalam mempersiapkan penelitian peneliti mengadakan kajian terhadap literature dan banyak berbicara dengan peneliti sebelumnya agar problematika yang dirumuskan betul-betul tepat. Tujuan terpenting dari pengkajian kepustakaan adalah meyakinkan peneliti sendiri bahwa sumber fakta sejarah yang diperlukan yang menjadi bahan utama dalam penelitian sejarah memang tersedia .Merupakan sesuatu yang aneh apabila peneliti sejarah memilih problematika penelitian yang datanya terdapat di dalam literatur dengan bahasa yang tidak di kuasai oleh peneliti itu sendiri. Demikian juga apabila dengan data yang diperlukan terdapat di dalam arsip pemerintah yang sifatnya rahasia.

2. Menelaah Sumber-Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah tidak hanya diambil dari rekaman berupa bahan tertulis saja,
Jack R. Fraenkel and Norman E. Wallen[10] sebagaimana juga Siharsimi Arikunto[11] membagi mengklasifikasikannya kepada empat tipe sumber sejarah. yaitu : dokumen, rekaman kuantitatif , rekaman oral (lisan), dan peninggalan - peninggalan. Lebih lanjt Suharsimi menjelaskan ke empat tipe tersebut sebagai berikut :
Dokuments, bahan tertulis atau bahan cetakan paling umum di gunakan sebagai sumber sejarah . Bahan-bahan tersebut berupa ; buku harian, rekaman resmi, testimoni dalam kehakiman, memorandum, buku tahunan, surat kabar, majalah, arsip, dokumen, nota, persiapan mengajar guru, soal ujian, dan sebagainya.
Nemerical record (Rekaman / arsip kuantitatif) dapat dikatakan bagian dari dokumen. Rekaman sensus penduduk, anggaran, sekolah, daftar hadir siswa, daftar nilai, dan kumpulan rekaman yang berupa angka-angka merupakan bahan yang sangat berguna bagi peneliti sejarah
Oral Statement Bahan sejarah berupa rekaman bahasa lisan seperti dongeng, syair, dan lain-lain. Rekaman lisan ini bisa dilakukan kepada orang yang dipandang sebagai saksi hidup dalam peristiwa sejarah. Wawancara yang berupa rekaman dalam kaset, dapat ditransfer menjadi bahan tertulis.
Reliec (Barang Peninggalan) merupakan sumber sejarah yang keempat. Sumber jenis ini dapat berupa gedung, bangunan lain, cetak biru (blue - print) bangunan sekolah, relief, batu atau papan yang ditanda tangani pada waktu pendirian suatu monumen, dan lain-lain bentuk.
Para ahli metodologi penelitian menyebutkan sifat dasar sumber penelitian sejarah ini diklasifikasikan menjadi sumber data Sekunder dan sumbner data Primer bahan sebagi Suharsimi memandang sumber sekunder dan sumber primer dasar penelitian sejarah, lebih jauh Suharsimi “sumber primer adalah segala sumber yang direkam oleh individu yang hadir pada waktu kejadian berlangsung, sedanngkan sumber sekunder adalah sumber yang direkam oleh orang yang mendapat cerita dari orang yang mengalami peristiwa tentang hal yang dimaksud”.[12]
Senada dengan Moh. Nazir,[13] sumber data data penelitian sejarah seperti halnya data pada bidang-bidang lainnya, biasanya diklasifikasi menjadi dua kategori pokok :

Sumber Primer, yakni ceritera atau penuturan atau catatan para saksi mata. Data tersebut dilaporkan oleh pengamat atau partisipan yang benar-benar menyaksikan suatu peristiwa.
Sumber Sekunder, yakni ceritera atau penuturan atau catatan mengenai suatu peristiwa yang tidak disaksikan sendiri oleh pelapor. Pelapor mungkin pernah berbicara dengan saksi mata yang sebenarnya (atau membaca laporan / ceritera / catatan saksi mata), tetapi kesaksian pelapor itu tetap bukan kesaksian saksi mata tersebut. Sumber sekunder seringkali bias digunakan. Tetapi karena ada distorsi dalam penyampaian informasi dari tangan ke tangan, maka sejarahwan boleh menggunakan sumber sekunder hanya kalau data primer tidak berhasil diperoleh.

Namun secara glambang Suryadi Suryabrata[14] menyebutkan “Penelitian Historis” tergantung kepada dua macam data yaitu, primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer yaitu, sipeneliti (penulis) secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan. Data sekunder diperoleh dari data sekunder yaitu, peneliti melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau lebih telah lepas dari kejadian aslinya.
Dalam pengumpulan data ini nampaknya Suryadi memandang sumber primer memiliki otoritas sebagai bukti bukti tangan pertama, dan diberi prioritas dalam pengumpulan data.
Dari beberapa orang pakar yang telah mengutarakan sumber-sumber data dalam penelitian sejarah penulis memandang bahwa data primer dan data sekunder tidak dapat diabaikan untuk meyakinkan penelaahan yang dilakukan seorang peneliti menjadi hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

3. Evaluasi Sumber Sejarah (The Evaluatin of Historical Sources)
Dalam melakukan evaluasi terhadap sumber – sumber sejarah seorang peneliti historis harus mengadopsi suatu sikap kritis ke arah manapun dan semua sumber yang ditinjau ulang dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Untuk melakukan evaluasi sumber-sumber sejarah seorang Peneliti sejarah menurut Fraenkel[15] dibagi kepada dua yaitu “External Critism and Internal Critism”.
Sikap kritis seorang peneliti historis tercermin pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Dalam buku Fraenkel[16] pertanyaa tersebut antara lain : “was this dokument really written by the supposed author (i.e.,is it genuine)?”. is the information contained in this document true (i.e., is it accurate)?. Yang menurut Suharsimi Arikunto[17] diterjemahkan “Apakah latar belakang keahlian penulis ini?”. “ Apakah penulis ini imajinatif sehingga banyak perasaan yang masuk ke dalam tulisannya?”.
Lebih jauh dijelaskan dalam kritikan Ekternal peneliti mengajukan pertanyaan antara lain: Apakah sumber ini asli ? Apakah eksemplar ini kopi asli ? Siapakah yang menulis ? kapan ? Di mana ? dalam kondisi yang bagaimana ? beberapa sumber sejarah mungkin sudah merupakan ulasan atau sudah polesan sedemikian rupa sehingga tampak seperti asli. Dalam hal ini peneliti sejarah harus cermat dan jeli mengamati keaslian sumber datanya.

Kemudian dalam bertintak kritik internal peneliti mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri antara lain : Apakah mungkin kejadian seperti ini berlangsung begitu cepat? Apakah biaya yang dikemukakan di dalam tulisan ini sesuai dengan kegiatan yang digambarkan? Apakah mungkin bahwa pelaku yang diceritakan ini mampu mengerjakan tugas sedemikian berat? Dan lain-lain pertanyaan yang sifatnya mengkritik terhadap isi yang terkandung di dalam sumber.

4. Interpretasi Hasil Evaluasi Sumber Sejarah
Ketika melakukan interpretasi terhadap hasil evaluasi sumber sejarah maka kegiatan penelitian sejarah akan menimbulkan kerancuan yang menggerogotinya. Sumber kerancuan tersebut berasal dari : Pertama, berasal dari penulis rekaman yang berupa nilai, latar belakang keahlian, pribadi, pendapat serta rancu diri yang melekat padanya. Kedua, penelitian sejarah sendiri yang sebagai manusia mempunyai pendapat, latar belakang pengalaman, latar belakang keahlian, nilai-nilai, serta rancu diri.[18] Untuk seorang peneliti sejarah diharapkan agar memperkecil kerancuan tersebut dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditemui.
Ada istilah presentism[19] yang perlu diingat oleh peneliti sejarah dalam menginterpretasikan sumber data yaitu Presentism hasil penelitiannya bermutu. Presentism akan menjadi kelemahan dalam suatu penulisan sejarah.
Salah satu kelemahan penelitian sejarah yang dimaksud itu akan mengurangi nilai ilmiah suatu penelitian, hal ini disebabkan karena banyaknya peneliti memasukkan interpretasinya sendiri. Suharsimi mengaskan jika di dalam pelaksanaan penelitian banyak kecenderungan yang muncul dari diri peneliti (dan tentu saja kecenderungan ini sifatnya individu) maka hasil uji ulang akan tidak sama dengan hasil penelitian pertama.[20]



5. Penulisan Laporan Penelitian Sejarah[21]

Dalam melakukan penulisan laporan memerlukan kreativitas, mutu imajinasi dan “panjang akal”. Laporan penelitian sejarah hendaknya ditulis dengan gaya penulisan yang “terhormat” dan objektif. Akan tetapi sejarahwan memiliki kebebasan sedikit lebih banyak dalam membuat laporan.
Suatu evaluasi atas berbagai proyek peneliian sejarah umumnya mengungkapkan kesalahan-kesalahan sebagai berikut:
masalahnya dirumuskan terlalu luas.
Kecenderungan peneliti untuk menggunakan sumber data sekunder (yang memang lebih mudah didapat) ketimbang sumber primer yang lebih sulit diperoleh (tetapi biasanya lebih terpercaya).
Kritik data sejarah yang tidak memadai, akibat gagalnya menetapkan otentisitas sumber dan kepercayaan data. Misalnya, sering ada kecenderungan untuk menerima pernyataan sebagai “benar” bila beberapa orang pengamat sudah menyetujui. Pada hal ada kemungkinan pengamat yang satu dipengaruhi oleh pengamat lain, atau semua pengamat dipengaruhi oleh sumber informasi yang sama-sama tidak akurat.
Analisis yang tidak logis, akibat dari:
Over simplifikasi : tidak mau menyadari fakta bahwa sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa lebih sering majemuk dan kompleks ketimbang tunggal dan sedehana.
Over generalisasi atas dasar bukti yang tidak cukup, dan kesalahan cara berpikir melalui analogi, mendasarkan kesimpulan pada situasi-situasi yang kelihatannya sama dipermukaannya.
Gagal menafsirkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan menurut yang sebenarnya.
Gagal membuat perbedaan antara fakta yang bermakna dalam suatu situasi, dengan fakta yang tidak relevan dan tidak penting.
Pengungkapan kecenderungan atau pendapat pribadi, seperti tercermin pada pernyataan yang diambil diluar konteks untuk maksud persuasi, terlalu memandang enteng atau tidak kritis (atau terlalu antusias atau terlalu kritis) terhadap seseorang atau suatu gagasan, terlalu membanggakan masa lampau (atau terlalu bangga terhadap sesuatu yang baru atau mutakhir), berasumsi bahwa semua perubahan menunjukkan kemajuan.
Gaya penulisan laporan yang tidak baik: tumpul dan polos, terlalu muluk-muluk atau sembrono, terlalu persuasive atau gaya “iklan sabun”, pemakaian bahasa secara salah, dan sebagainya.
Nampak bahwa penulisan laporan sejarah memang sukar dan “banyak maunya”. Pengumpulan bukti-bukti sejarah menurut waktu yang cukup lama untuk menguji secara cermat dokumen-dokumen seperti putusan pengadilan, keputusan lembaga legislative, surat-surat, catatan-catatan harian, dokumen organisasi, atau sumber-sumber data primer lainnya. Mengadakan penelitian sejarah sering mengharuskan peneliti menempuh perjalanan yang jauh (dan sulit) untuk menelaah dokumen atau peninggalan yang diperlukan. Memang telaah suatu sejarah yang punya makna senantiasa membutuhkan pengorbanan waktu, dana, kesabaran, dan keahlian. Atas dasar alasan-alasan itu, penelitian sejarah yang baik sangat jarang diterapkan untuk keperluan memenuhi persyaratan ijazah akademis, untuk tesis sarjana atau desertasi doktor.

E. Kesimpulan
Ada dua pengertian tentang penelitian sejarah yang mendekati dalam malah ini yaitu pertama penelitian sejarah adalah “proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu, menjadi kisah sejarah yang bisa dipercaya”. Kedua penelitian sejarah adalah “seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengunmpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis”.[22]
Penelitian historis adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis untuk menginterpretasikan masa lampau. Walaupun data yang dianalisis sudah lewat namun hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menginterpretasikan atau memprediksikan kejadian sekarang. Sebagai sumber data bagi penelitian histories adalah bahan-bahan rekaman yang dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu: dokumen, rekaman kuantitatif, rekaman oral, dan peninggalan-peninggalan.
Ditinjau dari sifatnya sumber sejarah dapat dibedakan menjadi dua yakni: sumber primer (yang ditulis oleh pihak yang langsung mengalami peristiwa) dan sumber sekunder yang ditulis oleh pihak yang hanya mendengarkan cerita orang yang mengalami. Mengingat sifatnya itu maka peneliti sejarah harus pandai-pandai memilih sumber. Peneliti sejarah adalah seorang kritikus yang harus melakukan kritikannya secara eksternal dan internal. Saran lain yang diajukan kepada peneliti sejarah adalah bahwa mereka hendaknya selalu menyadari kelemahan yang ada padanya yang berupa latar belakang keahlian, pendapat, minat, dan sebagainya.
Kemudian ada 4 kegiatan / langkah pokok dalam penelitian sejarah yaitu :
Heuristik yaitu : mengumpulkan bahan, merumuskan, menangani dan memperinci bobliografi, mengklasifikasi dan merawat catatan, pengumpulan bahan (menemukan), menangani bibliografi.
Kritik / Verivikasi yaitu : membuang atau menyingkirkan data-data yang tidak otentik, dengan cara kritik ektern dan intern. Kritikan eksteren adalah menyelidiki keaslian sumber (otentisitas) untuk meninjau keaslian sumber. Dan kritikan interen adalah meneliti kesahihan sumber (kredibilitas) nilai bukti apakah yang ada dalam sumber.
Interpretasi yaitu : menyimpulkan kesaksian berdasarkan data yang otentik.
Historiografi yaitu : penyajian yang berarti (penyusunan kesaksian).
Prosedur penelitian sejarah adalah : merumuskan Masalah, Menelaah sumber sejarah, merekam informasi, mengevaluasi, dan terakhir menginterpretasikannya. Presntism adalah kecenderungan menggunakan konsep baru untuk menginterpretasikan data masa lampau. Presentism harus dihindari sejauh mungkin oleh peneliti agar hasil penelitiannya bermutu.

DAFTAR PUSTAKA
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006
Tigor Pangaribuan, Kamus Populer Lengkap, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1996
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.

Jack R. Fraenkel and Norman E. Wallen, How To Design And Evaluate Research in Education, (Singapore: McGraw-Hill, 1993)
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: PT. Logowacana Ilmu,
Presentism adalah kecenderungan menggunakan konsep baru untuk menginterpretasikan data masa lampau. Presentism harus dihindari sejauh mungkin oleh peneliti agar hasil penelitiannya bermutu)
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: PT. Logowacana Ilmu, 2006

Tidak ada komentar: